Thursday, March 2, 2017

MAKALAH PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Share it Please



PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN NASIONAL




                Nama                      : ANDI MUHAMMAD RYAS YUNUS
                NIM                        : B11116377

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016







KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya  panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya pribadi dapat menyelesaikan makalah tentang  “PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN NASIONAL”
Makalah  ini telah saya  susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
   
    Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
   
    Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN NASIONAL”ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
    






                                                                                                    Makassar ,  18 Oktober 2016    
                                                                                             

 Penyusun


DAFTAR ISI
BAB I
LATAR BELAKANG ……………………………………………… i

          BAB II PEMBAHASAN
PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT………………….. 5
PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN ………………. 8

BAB III PENUTUP
KESIMPULAN …………………………………………………….. 18
SARAN – SARAN ………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 20



LATAR BELAKANG
Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial. Pengaruh peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau signifikan atau tidak. Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau mengubah institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat. 
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.








DAFTAR ISI
BAB I
LATAR BELAKANG ……………………………………………… i

          BAB II PEMBAHASAN
PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT………………….. 5
PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN ………………. 8

BAB III PENUTUP
KESIMPULAN …………………………………………………….. 18
SARAN – SARAN ………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 20



















BAB II
PEMBAHASAN

Peranan Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat
Di dalam masyarakat dijumpai berbagai institusi yang masing-masing diperlukan oleh masyarakat itu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mempelancar jalanya pemenuhan kebutuhan tersebut. Oleh karena fungsinya yang demikian itu maka masyarakat sangat membutuhkan kehadiran institusi tesebut. Institusi bergerak di sekitar kebutuhan tertentu manusia. Agar kita bisa berbicara mengenai adanya suatu insttiusi yang demikian itu, kebutuhan yang dilayaninya telebih dulu harus medapakan pengakuan masyarakat. Pengakuan di sini diartikan, bahwa masyarakat di situ memang telah mengakui pentingnya kebutuhan tersebut bagi kehidupan manusia.
Apabila masyarakat telah mulai memperhatikan suatu kebutuhan tertentu maka akan berusaha agar dalam masyarakat dapat diciptakan suatu sarana untuk memnuhinya. Dari sinilah mulai dilahirkan suatu institusi tersebut. Jadi institusi itu pada hakikatnya merupakan alat perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat dipenuhi secara seksama. Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui semua tempat di dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke dalam institusi yang namanya hukum, maka institusi hukum itu harus mampu untuk menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara seksama dalam masyarakat. Beberapa ciri yang umumnya melekat pada institusi sebagai perlengkapan masyarakat :
1.      Stabilitas. Di sini kehadiran institusi hukum menimbulkan suatu kemantapan dan keteraturan dalam usaha manusia untuk memperoleh keadilan itu.
2.      Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat. Di dalam ruang lingkup kerangka yangt telah diberikan dan dibuat oleh masyarakat itu, anggota-anggota masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhanya.
3.      Institusi menampilkan wujudnya dalam bentuk norma. Norma-norma inilah yang merupakan sarana untuk menjamin agar anggota-anggota masyarakat dapat dipenuhi kebutuhanya secara terorganisasi.
4.      Jalinan antar institusi. Terjadinya tumpang tindih antara institusi.
Hukum merupakan institusi  sosial yang tujuannya untuk menyelenggarakan keadilan dalam masyarakat. Sebagai suatu institusi sosial, maka penyelenggaraanya yang demikian itu bekaitan dengan tingkat kemampuan masyarakat itu sendiri untuk melaksanakannya. Oleh karena itu suatu masyarakat akan menyelengarakannya dengan cara tertentu yang berbeda dengan masyarakat pada masyarakat  yang lain. Perbedaan ini berhubungan erat dengan persediaan perlengkapan yang terdapat dalam masyarakat untuk penyelenggaraan keadilan itu dan hak ini berarti adanya berhubungan yang erat antara institusi hukum suatu masyarakat dengan tingkat perkembangan organisasi sosialnya.
Suatu pengamatan terhadap masyarakat sacara sosiologis memeperlihatkan, bahwa kekuasaan itu tidak tebagi secara merata dalam masyarakat. Struktur pembagian yang demikian itu menyebabkan, bahwa kekuasaan itu terhimpun pada sekelompok orang-orang tertentu, sedangkan orang-orang lain tidak atau kurang memiliki kekuasaan itu. Keadaan seperti inilah yang menimbulkan perlapisan sosial di dalam masyarakat. Bagaimana stuktur yang berlapis-lapis itu bisa terbentuk banyak tergantung dari sistem perekonomian suatu masyarakat. Terjadinya penumpukan kekuasaan di tangan sekelompok orang-orang tertentu berhubungan dengan sistem pembagian sumber daya dalam masyarakat. Kekuasaan itu tidak terlepas dari penguasaan barang-barang dalam masyarakat.
Oleh karena itu terjadinya perlapisan kekuasaan berhubungan erat dengan barang-barang yang bisa dibagi-bagikan itu tentunya susah dibayangkan timbulnya perlapisan sosial dalam masyarakat. Kondisi pengadaan barang-barang menetukan apakah dalam suatu masyarakat akan menjumppai struktur kekuasaan yang berlapis-lapis itu. Pentingnya pembicaraan mengenai perlapisan sosial dalam rangka pembicaraan tentang hukum disebabkan oleh dampak dari adanya struktur yang demikian itu terhadap hukum, baik itu di bidang pembuatan hukum, pelaksanaan, maupun penyelesaian sengketanya. Pada masyarakat mana pun juga, orang atau golongan yang bisa menjalankan kekuasaannya secara efektif adalah mereka yang mampu mengontrol institusi-institusi politisi dan ekonomi dalam masyarakat.
Para ahli sosiologi hukum memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara hukum dengan perlapisan sosial ini. Dengan terjadinya perlapisan sosial maka hukum pun susah untuk memperhatikan netralitas atau kedudukannya yang tidak memihak. Perlapisan sosial ini merupakan kunci penjelasan mengapa hukum itu bersifat distriminatif, baik pada peraturan-peraturannya sendiri, maupun melalui penegakannya. Para ahli tersebut di muka berpendapat, bahwa peraturan-peraturan hukumnya sendiri tidaklah memihak. Dalam keadaan yang demikian ini pendapat yang berkuasapun akan menentukan bagaimana isi peraturan hukum di situ.
 Dengan demikian, bagaimanapun diusahakan agar penegakan hukum itu tidak memihak, namun karena sudah sejak kelahirannya peraturan-peraturan itu tidak lempeng, maka hukum pun bersifat memihak, keadaan yang demikian itu juga dijumpai pada masalah penegakan hukum. Kalaulah kita sekarang sudah mengetahui betapa besar peranan hukum di dalam membantu menciptakan ketertiban dan kelencaran dalam kehidupan masyarakat, kita masih saja belum mengetahui benar apa yang dikehendaki oleh hukum tersebut. Apakah sekedar untuk menciptakan ketertiban atau lebih jauh dari pada itu?
Pertanyaan atau masalah ini layak sekali untuk mendapatkan perhatian kita. Apabila kita mengatakan, bahwa hukum-hukum itu bermaksud untuk menciptakan ketertiban, maka sebetulnya kita hanya berurusan dengan hal-hal yang bersifat dengan hal-hal teknik. Melarang orang untuk melakukan pencurian dengan menciptakan suatu hukum dengan sanksinya adalah suatu usaha yang bersifat teknik. Tetapi mengapa justru mencuri itu yang dilarang? Jawabanya adalah, karena mencuri itu dianggap sebagai perbuatan yang tercela oleh masyarakat. Dengan demikian, kita telah memasuki bidang yang tidak teknik lagi sifatnya, melainkan sudah ideal.
Pembicaraan ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih sesuai dengan kenyataan dalam kita meninjau dan mempelajari hukum, yaitu bahwa hukum itu hadir dalam masyarakat karena harus melayani kebutuhan-kebutuhan tertentu dan harus mengolah bahan-bahan tertentu yang harus ia terima sebagai suatu kenyataan. Karena hukum itu memberikan pembatasan-pembatasan yang demikian itu maka institusi hukum itu hanya bisa berjalan dengan seksama di dalam suatu lingkungan sosial dan politik yang bisa dikendalikan secara efektif oleh hukum. Suatu masyarakat yang berkehendak untuk diatur oleh hukum tetapi yang tidak bersedia untuk membiarkan penggunaan kekuasaannya dibatasi dan dikontrol, bukan merupakan lingkungan yang baik bagi berkembangnya institusi hukum.
Hukum Sebagai Sosial Kontrol, dimana setiap kelompok masyarakat selalu ada problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standard dan yang parktis. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat dapat dicontohkan : pencurian, perzinahan hutang, membunuh dan lain-lain. Semua contoh ini adalah bentuk prilaku yang menyimpang yang menimbulkan persoalan didalam masyarakat, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang modern. Dalam situasi yang demikian itu, kelompok itu berhadapan dengan problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan, mempertahankan eksistensinya.
Fungsi Hukum dalam kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki, sehingga hukum mempunyai suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok masyarakat tersebut. Hukum yang berfungsi demikian adalah merupakan instrument pengendalian social.
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, adalah hukum sebagai sosial control, dan sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social enginnering, sebagai alat pengubah masyarakat adalah dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Terlihat akibat perkembangan Industri dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai-nilai baru, dengan melakukan “interprestasi”, ditegaskan dengan temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui bantuan ilmu sosilogi, maka akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak individu yang harus dilindungi, dan unsur tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat dalam mempertahankan kepada apa yang disebut dengan hukum alam. (natural law).
Oleh karena itu, sekalipun hukum itu mempunyai otonomi tertentu, tetapi hukum juga harus fungsional dan menempatkan peranan dari keadilan dalam konteks kehidupan hukum secara lebih seksama.

PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
 Secara umum dapat dikemukakan bahwa peranan hukum dalam pembangunan (termasuk dalam pembangunan ekonomi) nasional Indonesia sebagai berikut :
·         Hukum sebagai a tool of social engineering
Konsep hukum sebagai a tool of social engineering ini lahir karena konsep hukum yang diajarkan oleh aliran historis dari Friederich Karl van Savigny dianggap kurang tepat untuk menggerakkan masyarakat untuk berubah. Menurut Savigny bahwa hukum merupakan ekspressi dari kesadaran hukum, dari volksgesit dan dari jiwa rakyat. Hukum pada awalnya lahir dari kebiasaan dan kesadaran hukum masyarakat. Kemudian dari putusan hakim, tetapi bagaimanapun juga diciptakan dari dalam yang bekerja secara diam-diam, dan tidak oleh kemauan legislatif. Konsep hukum historis ini, tepat diberlakukan pada masyarakat yang masih sederhana, karena pada masyarakat yang sederhana itu tidak terdapat peranan legislatif dan yang menonjol adalah peranan hukum kebiasaan. Sedangankan pada masyarakat yang maju konsep hukum historis dianggap sudah ketinggalan zaman, sebab pada masyarakat yang maju peranan legislatif dalam membuat sudah merupakan suatu keharusan.
Berhadapan dengan konsep aliran historis ini, maka Roscoe Pound mengemukakan konsep baru yang disebut ”law is a tool of social engineering” yang memberikan dasar bagi kemungkinan digunakannya hukum secara sadar untuk mengadakan perubahan masyarakat[17], atau dengan kata lain hukum berperan aktif dalam merekayasa perubahan sosial dalam masyarakat. Menurut Roscoe Pound[18] hukum harus menjadi faktor penggerak kearah perubahan masyarakat agar lebih baik dari pada sebelumnya. Fungsi hukum pada setiap masyarakat (kecuali pada masyarakat totaliter) ditentukan dan dibatasi oleh kebutuhan untuk menyeimbangi antara stabilitas hukum dan kepastian terhadap perkembangan hukum sebagai alat evolusi sosial. Oleh karena itu, perubahan dalam kehidupan masyarakat hendaknya direncanakan dengan baik dan terarah, sehingga tujuan dari perubahan itu dapat tercapai dengan arahan dan perlindungan dari hukum.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa ada dua pandangan yang sangat dominan dalam menentukan peran hukum dalam kehidupan masyarakat pada suatu Negara. Kedua pandangan ini saling tarik menarik antara keduanya yang masing-masing mempunyai alasan pembenarnya. Kedua pandangan ini dikenal dengan pandangan tradisional dan pandangan modern.
Ø  Pandangan tradisional.
Pandangan ini menyatakan bahwa masyarakat perlu berubah dulu, baru hukum datang untuk mengaturnya. Biasanya tehnologi yang lebih dahulu dalam kehidupan masyarakat, kemudian disusul dengan timbulnya kegiatan ekonomi dan setelah kedua kegiatan itu berjalan, baru hukum masuk untuk mengesahkan kondisi yang telah terbentuk itu. Di sini peran hukum hanya sebagai pembenar apa yang telah terjadi dan fungsi hukum disini adalah sebagai fungsi pengabdian (dierende fungtie). Hukum berkembang mengikuti kejadian-kejadian yang terjadi pada suatu tempat dan selalu berada di belakang peristiwa yang terjadi (het recht hint achter de feiten aan). Meskipun hukum itu datang kemudian, tetapi hukum yang datang itu selalu dapat menyelesaikan segala persoalan yang terjadi. Di sini hukum bersifat pasif melaksanakan perannya, dan ia selalu berusaha agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat dan diharapkan masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan hukum.

Ø  Pandangan modern
Pandangan modern mengatakan bahwa hukum diusahakan agar dapat menampung segala perkembangan baru. Oleh karena itu, hukum itu harus selalu datang bersamaan, kalau perlu hukum harus lebih dahulu datang dari peristiwa yang terjadi. Di sini hukum tidak hanya berperan sebagai pembenar apa yang terjadi setelah masyarakat berubah, tetapi hukum harus tampil untuk mereka sosial agar masyarakat berubah. Di sini hukum berperan aktif sebagai alat rekayasa sosial (law is a tool of social engineering). Terhadap hukum yang bersifat netral, hukum berperan untuk menciptakan suatu perbuatan dan tindakan agar ada kepastian hukum, sedangkan dalam bidang kehidupan pribadi hukum harus berperan untuk menjadi sarana kontrol dalam kehidupan masyarakat.
La Piere[19] selaku pendukung pandangan tradisional mengatakan bahwa faktor yang menggerakkan perubahan hukum itu sebenarnya bukan hukum, melainkan faktor lain seperti kegiatan ekonomi, bertambahnya penduduk, perubahan nilai dan ideologi, pesatnya perkembangan Iptek dan sebagainya. Dalam pembangunan masyarakat dilakukan pada suatu tempat, terlihat bahwa jika suatu saat memang terjadi perubahan masyarakat karena adanya pembangunan yang dilakukan sesuai yang dikehendakinya, hukum bukan sebagai faktor penggerak dari perubahan itu, hukum selalu terlihat sebagai akibatnya saja. Demikian juga kalau terjadi adanya hukum baru, itupun hanya sebagai akibat dari keadaan masyarakat yang berubah dari keadaan sebelumnya, sehingga kedatangan hukum hanya sebagai alat pembenar dan mengukuhkan saja. Dalam kegiatan pembangunan, sebelum hukum muncul dan berperan sebagai alat rekayasa sosial, sebetulnya telah lebih dahulu bekerja kekuatan-kekuatan lain seperti gerakan sosial, fungsi-fungsi perubahan phisik dan kependudukan. Setelah kekuatan-kekuatan ini berjalan pada tingkat perubahan tertentu baru hukum dipanggil untuk berperan sebagai penyelesaian konflik-konflik yang terjadi.
Menurut Achmad Ali[20] sebenarnya tidak perlu dipersoalkan tentang bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat, dan bagaimana hukum menjadi penggerak pembangunan untuk menuju kearah pembaharuan. Juga tidak perlu ngotot mana yang lebih dahulu, apakah hukum yang dahulu baru diikuti oleh faktor yang lain, ataukah faktor lain dulu baru hukum datang untuk menggerakkan perubahan. Yang penting, bagaimanapun kenyataannya hukum dapat berperan dalam masyarakat yang sedang melakukan pembangunan guna terwujudnya perubahan, hukum selalu tampil dibelakang dan atau bersamaan dengan kegiatan ekonomi dan tehnologi. Kenyataannya juga dimanapun dalam kegiatan pembangunan yang mengarah kepada perubahan, hukum selalu berperan dalam perubahan tersebut, dan hukum juga berperan dalam menggerakkan masyarakat untuk menuju kepada kehidupan yang lebih baik.
Erat hubungannya dengan usaha untuk pembaharuan masyarakat melalui konsep law is a tool social engineering telah mengilhami pemikiran Mochtar Kusumaatmadja untuk dikembangkan di Indonesia. Mochtar Kusumaatmadja[21] mengatakan bahwa konsep  law is a tool of social engineering ini di Indonesia sudah dilaksanakan dengan asas ”hukum sebagai wahana untuk melaksanakan pembaharuan masyarakat” jauh sebelum konsep ini dirumuskan secara resmi sebagai landasan kebijaksanaan hukum sehinga rumusan itu merupakan pengalaman masyarakat dan bangsa Indonesia menurut sejarah. Bahkan lewat budaya bangsa Indonesia, misalnya dirumuskan dengan pepatah-pepatah yang menggambarkan alam pikiran hukum adat yang telah diakui dan dapat diterima adanya pembaharuan hukum. Konsep inilah yang sejak tahun 1972 dikenal dengan mazhab UNPAD dan telah dikembangkan melalui GBHN dan tahapan REPELITA yang berlaku di Indonesia.
Perubahan hukum yang dilaksanakan baik melalui konsep masyarakat berubah dulu baru hukum datang untuk mengaturnya, maupun yang dilaksanakan melalui konsep law is a tool of social engineering mempunyai tujuan untuk membentuk dan memfungsikan sistem hukum Nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Mempergunakan hukum sebagai alat rekayasa sosial harus memperhatiakn dengan sungguh-sungguh tentang kemajemukan tata hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mewujudkan ketertiban, ketentraman, dan mampu menjamin adanya kepastian hukum serta dapat mengayomi masyarakat yang berintikan keadilan dan kebenaran. Agar hal ini dapat terlaksana dengan baik, maka perlu dilakukan pembinaan secara terus menerus terhadap semua aparatur hukum, melengkapi sarana dan prasarana, serta menyiapkan aturan hukum yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
·         Hukum sebagai a tool of social control.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari kepetingan dan kebutuhan yang diinginkan, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Di dalam percapaian kepentingan dan kebutuhan tersebut tidak terjadi konflik, maka diperlukan aturan agar kepentingan dan kebutuhan itu dapat tercapai dengan baik, tidak saling merugikan dan saling berkompetisi secara positif sehingga timbul ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan bersama. Aturan-aturan itu bisa berbentuk kebiasaan yang sudah menjelma secara turun termurun, bisa juga terwujud sebagai peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh negara. Di sini hukum diperlukan sebagai kontrol sosial dan menjaga ketertiban dalam kehidupan masyarakat dalam suatu negara.
Antara hukum di satu pihak dan ketertiban di pihak lain tidak selamanya selaras apabila diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, kadang-kadang antara hukum dengan ketertiban terjadi bertentangan. Oleh karena itu banyak pakar hukum mengatakan bahwa hukum tidak hanya merupakan sarana untuk mewujudkan ketertiban, melainkan ia bisa merupakan lawan dari ketertiban itu sendiri. Dalam kaitan ini, Achmad Ali[22] menjelaskan bahwa benturan antara hukum dan ketertiban terutama terlihat pada tugas polisi yang mendua. Di satu pihak polisi bertugas untuk memelihara ketertiban, di pihak lain polisipun bertugas  untuk menegakkan hukum. Dengan kata lain, tugas polisi bukan sekedar menjadi legal order, melainkan juga menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Tugas ganda ini akan menyulitkan polisi apabila harus memilih alternatif jika harus menghadapi seorang residivis yang kejam dan tidak mau menyerah. Menghadapi hal ini, polisi diberi wewenang untuk melakukan kekerasan untuk melumpuhkan residivis tersebut, demi terwujudnya ketertiban dalam masyarakat. Di sini hukum berburu dengan ketertiban.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, peranan hukum sebagai alat pengendalian sosial, tidaklah berdiri sendiri dalam masyarakat, tetapi peranan itu dijalankan bersama-sama dengan pranata-pranata sosial lainnya yang sama-sama menjalankan fungsi pengendalian sosial. Di sini hukum bersifat pasif, artinya hukum harus menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan masyarakat yang ada. Dengan hal tersebut dapat diketahui bahwa hukum bukan satu-satunya alat pengendalian sosial, hukum hanya salah salah satu alat kontrol sosial di dalam masyarakat.
Peran hukum sebagai pengendalian sosial merupakan aspek normatif yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, dapat berbentuk larangan-larangan, tuntutan-tuntutan, pemidanaan dan bisa juga berupa pemberian ganti rugi. Titik berat dari peranan hukum disini adalah pada penetapan tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan-aturan hukum dan apa sangsi yang dilakukan oleh hukum apabila terjadi penyimpangan tersebut. Kontrol sosial menentukan tingkah laku yang bagaimana yang merupakan tingkah laku yang menyimpang, berat ringan perilaku menyimpang sangat tergantung pada kontrol sosial itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Achmad Ali[23] menjelaskan bahwa masing-masing masyarakat berbeda kuantitas sanksinya terhadap suatu penyimpangan tertentu terhadap hukum. Sebagai contoh, bagi masyarakat yang menganut secara konsekuen syariat Islam, hukuman bagi penzina adalah hukuman fisik yang cukup berat yakni dirajam 100 kali lemparan batu, tetapi pada masyarakat Eropa Barat pada umunya, hukuman bagi penzina (overspel) adalah jauh ringan jika dibandingkan dengan apa yang berlaku dalam syariat Islam. Contoh lain adalah, di beberapa negara Eropa ada perkampungan nude di mana terlihat puluhan orang bertelanjang bulat mondar mandir dengan tertib, tidak ada kekacauan dan hal itu dianggap suatu hal yang lumrah dan biasa. Jika hal itu terjadi di Indonesia, perbuatan telanjang bulat mondar mandir kesana kemari di muka umum diangap perbuatan melanggar hukum.
Agar peranan hukum sebagai alat pengendalian sosial (a tool of social control) dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka tahu bahwa hukum itu sangat penting dalam mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Setelah masyarakat tahu bahwa hukum itu merupakan rambu-rambu yang harus ditaati bersama demi terwujudnya kedamaian dan alat untuk menyelesaikan konflik, maka diharapkan masyarakat patuh kepada hukum dan menghayati hukum dalam kehidupannya. Dalam kaitan ini J.S. Roucek[24] mengatakan bahwa hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial (mechanisme of social control) ialah segala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang direncanakan dan juga yang tidak direncanakan dengan tujuan untuk mendidik dan mengajak agar mematuhi hukum, bukan memaksa masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Di Indonesia, peranan hukum sebagai alat pengendalian sosial untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat tidak boleh lepas dari falsafah pancasila yang menghendaki tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketentuan ini lebih dirinci lagi dalam pasal 33 dan pasal 27 (2) Undang-Undang Dasar 1945 serta GBHN tahun 1973 di mana disebutkan bahwa menurut hukum Pancasila, keadilan sosial harus diupayakan secara terus menerus dan keadilan sosial akan terwujud apabila ada keseimbangan antara penyelenggaraan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan dengan kebutuhan perorangan dari keseluruhan kebutuhan masyarakat itu. Dengan perkataan lain, peranan hukum sebagai pengendalian sosial bukanlah sekedar memelihara ketertiban, keamanan dan stabilitas masyarakat dalam arti to keep the peace at all events at any price, tetapi lebih dari itu yakni diarahkan pada cita-cita untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Peran hukum sebagai alat pengendalian sosial melibatkan negara untuk menjalankannya. Oleh karena itu peranan eksekutif dan legislatif dalam membuat aturan hukum sangat penting dan dominan sebab negaralah yang mempunyai kewajiban untuk melindungi seluruh warganya. Di samping itu, peranan yudikatif untuk menegakkan hukum agar terciptanya ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat juga sangat menentukan, sebab betapa baiknya aturan hukum yang dibuat itu tanpa ada penegakan hukum yang tegas, ketertiban dan ketentraman masyarakat tidak akan terwujud. Oleh karenanya hukum tidak dapat berfungsi dan berperan sebagai pengendalian masyarakat ke arah yang lebih baik dalam kehidupannya, jika dalam penegakanya (law inforcement) tidak di lakukan dengan tegas tanpa membeda-bedakan orang. Jadi, terlaksana hukum sebagai alat untuk pengendalian sosial sangat tergantung pada materi hukum yang dibuat oleh kekuasaan negara (the ruling class) dan juga oleh pelaksana hukumnya.
·         Hukum sebagai alat kontrol pembangunan.
Pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara merupakan suatu keharusan dan keniscayaan, sebab dengan pembangunan tersebut kesejahteraan rakyat dapat dicapai. Biasanya dalam pembangunan itu lebih dipusatkan pada pembangunan ekonomi, sebab dengan pembangunan ekonomi itu maka output atau kekayaan suatu masyarakat akan bertambah sebab pembangunan ekonomi itu akan menambah untuk mengadakan pilihan yang lebih luas. Di samping itu, pembangunan ekonomi dapat memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar untuk menguasai alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam mengadakan suatu tindakan tertentu. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak dan dengan pembangunan ekonomi manusia akan dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 menjelaskan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, pembangunan yang sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia Internasional.
Oleh karena pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan di Indonesia mencakup jangkuan yang sangat luas, maka diperlukan hukum untuk memayungi seluruh kegiatan pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan itu. Agar pembangunan dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan, maka peranan hukum sebagai alat pembangunan tersebut sangat diperlukan, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun ketika dilakukan pengendalian dan pengawasan pembangunan tersebut. Menurut Sunaryati Hartono[25] dalam masyarakat yang belum atau tidak mempunyai rencana pembangunan, seperti dalam masyarakat tradisional atau dalam masyarakat modern yang liberal, peranan hukum terjadi sesudah terbentuknya kebiasaan hukum, sedangkan dalam masyarakat yang membangun dengan cara berencana, maka pembentukan hukum dan peranan hukum justru harus mendahului pelaksanaan pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini penting untuk menjaga agar pembangunan tersebut tidak menimbulkan ketidakadilan di dalam masyarakat. Meskipun dampak pembangunan itu akan mengalami perubahan yang terus menerus, tetapi keadilan masyarakat tetap harus diwujudkan, sebab inilah sebagai inti dari arti hukum sebagai pengawal pembangunan.
Peranan hukum dalam negara yang memprioritaskan pembangunan dalam bidang pertanian, berbeda dengan peranan hukum pada masyarakat yang mengandalkan pada pembanguan dalam bidang industri. Pada masyarakat yang agraris, kaedah-kaedah hukum tidak banyak diperlukan, sedangkan pada masyarakat industiralis kaedah hukum lebih banyak diperlukan. Menurut W. Arthur Lewis sebagaimana yang dikutip oleh Sunaryati Hartono[26]. Di sawah petani adalah majikannya sendiri, mengambil sendiri berbagai keputusan seperti pada saat menanam padi, bibit yang dipergunakan, cara dan waktu pengairan, penggunaan pupuk, saat menuai, banyaknya padi yang dijual dan dikonsumsi sendiri dan sebagainya. Di dalam pabrik, orang bekerja di bawah pengawasan orang lain, harus mengerjakan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya. Ia tidak boleh menyimpang dari petunjuk-petunjuk yang telah diberikan kepadanya, bahkan juga tidak boleh terlambat mengerjakanya, karena hal itu akan mempengaruhi seluruh proses produksi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam suatu pabrik terdapat organisasi yang jauh lebih rumit dari pada usaha pertanian. Demikian juga suatu masyarakat industri jauh lebih komplek dari masyarakat pertanian. Pada masyarakat industri, kecermatan dan ketelitian, ketepatan waktu dan kordinasi antar bagian yang satu dengan yang lain merupakan keharusan yang dilaksanakan, jika tidak dilaksanakan maka seluruh sistem akan mengalami keterlambatan dan kekacauan. Oleh karena itu maka dalam masyarakat industri diperlukan berbagai aturan hukum yang mengatur segala tindak tanduk manusia sampai mendetail. Hal ini penting sebab dengan rambu-rambu hukum maka ketentraman hidup masyarakat dan ketidak-adilan dalam masyarakat dapat dihilangkan, konflik, konflik juga dapat dihindari, pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Hukum-hukum apa saja yang diperlukan untuk berperan dalam pembangunan dalam rangka menuju kepada kegiatan industrialisasi dapat dilihat dalam skema sebagai berikut :
Melihat kepada skema tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa peranan hukum sebagai alat kontrol pembangunan sangat dominan, baik ketika masa persiapan, waktu kegiatan produksi dan ketika masa distribusi hasil-hasil pembangunan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi tidak boleh lepas dari berbagai hukum, baik kegiatan itu dilakukan oleh badan usaha maupun sebagai perorangan dalam berbagai skala dan berbagai bentuk kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud bisa dalam bentuk produksi (barang dan jasa), perdagangan dan dalam bentuk perantara baik lokal, nasional dan Internasional. Kegiatan-kegiatan ini mengacu pada dua orientasi hukum berdasarkan dua kegiatan yaitu secara makro dan secara mikro. Oleh sebab itu, kegiatan ekonomi selalu mengacu kepada dua konsep hukum secara simultan yaitu pada hukum publik dan hukum privat/perdata hukum dagang.
·         Hukum sebagai sarana penegak keadilan.
Pembicaraan tentang keadilan tidak pernah berhenti sejak zaman dahulu hingga saat ini, sebab masalah keadilan merupakan hal yang sangat essensial dalam kehidupan manusia. Keadilan terus dibicarakan dan diperjuangkan oleh setiap individu dan masyarakat untuk memperolehnya agar kehidupannya dapat berjalan dengan baik, aman dan sentosa. Keadilan adalah kebijakan tertinggi dan selalu ada dalam segala manifestasinya yang beraneka ragam. Keadilan juga merupakan salah satu tujuan setiap agama yang ada di dunia ini, termasuk agama Islam yang menempatkan keadilan di tempat yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.
Pengertian keadilan dalam Ensiklopedia Hukum Islam[27] disebutkan bahwa secara etimologi arti ”adil” (al-’adl) berarti tidak berat sebelah, tidak menikah atau menyamakan sesuatu dengan yang lain (al-musawah). Istilah lain dari al-’adl adalah alqist, al-mist yang berarti sama dengan bagian atau semisalnya. Sedangkan pengertian adil secara terminologi adalah mempersamakan sesuatu pada tempatnya (wad asy-syaifi maqamih). Menurut Ibnu Qudamah[28]  yang dimaksud dengan keadilan adalah  sesuatu yang tersembuyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah SWT. Berlaku adil itu sangat terkait dengan hak dan kewajiban.Hak yang dimiliki oleh seseorang merupakan hak azasi yang wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait pula dengan amanah dan amanah itu wajib pula diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, hukum harus ditegakkan secara adil tanpa dibarengi dengan rasa kebencian dan sifat-sifat negatif lainnya.
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafah hukum. Demikian pentingnya keadilan ini, sehingga setiap orang mempelajari filsafat hukum, selalu timbul pertanyaan ”keadilan itu apa sesungguhnya?” Terhadap pertanyaan ini filosof Ulpianus[29] pernah memberi jawaban dengan mengatakan bahwa keadilan itu adalah kehendak yang ajeg (tetap) dan tetap meberikan kepada masing-masing bagiannya (Justitia est constans et perpetua voluntas ius suum euique tribuendi). Arti keadilan yang dikemukakan oleh filosof Ulpianus ini diambil alih oleh Kitab Hukum Justianus yang diberlakukan oleh beberapa negara Eropa pada waktu itu. Aristotiles[30] juga telah menulis panjang lebar tentang keadilan ini. Ia mengatakan bahwa keadilan itu adalah kebijakan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Adil itu dapat diartikan menurut hukum dapat pula diartikan apa yang sebanding yaitu yang semestinya. Orang dikatakan tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya ia peroleh.
Keadilan akan lahir dari sistem hukum yang mapan. Apabila terjadi konflik sistem hukum dalam suatu negara, perkembangan hukum menjadi terhambat dan merasa tidak puasnya masyarakat terhadap hukum. Oleh karena itu, untuk membangun sistem hukum yang mendapat legitimasi oleh masyarakat, konflik sistem hukum harus segera dihilangkan. Menurut Tasrif ada empat syarat minimal agar keadilan mendapat tempat yang sewajarnya dalam suatu sistem hukum yaitu pertama : yang adil itu adalah sekaligus tengah-tengah dan kesebandingan, kedua : dalam sifatnya sebagai tengah-tengah, dia harus mempunyai dua ujung dan diantara dua ujung itu keadilan berada, ketiga : dalam sifatnya sebagai yang sebanding, kesebandingan itu harus dinyatakan dalam dua bagian yang sebanding dari apa yang dibagi, keempat : dalam sifatnya sebagai yang adil, harus ada orang-orang tertentu untuk siapa hal itu adil. Melihat kepada empat hal tersebut, pengertian adil menurut Tasrif adalah kebajikan yang sempurna, yaitu orang yang memiliki keadilan itu harus mampu menerapkanya terhadap pihak lain (orang lain), bukan hanya dalam hal yang menyangkut dirinya sendiri.
Tentang hukum dan keadilan, Cicero dalam De Legibus seagaimana yang dikutip oleh M. Shodiq Dahlan[31] menjelaskan bahwa tidak ada satu hal yang lebih penting untuk  dipahami bahwa manusia itu dilahirkan bagi keadilan dan keadilan itu tidak dilakukan berdasarkan pendapat manusia, tetapi dilakukan oleh alam itu sendiri. Adil menurut hukum diartikan sebagai apa yang secara tegas diharuskan oleh pembentuk undang-undang. Undang-undang itu sendiri dibuat dengan tujuan kebaikan, keamana, perdamaian dan terwujudnya keadilan bagi seluruh masyarakat. Dengan hal ini, demi tercapainya apa yang diharapkan, maka para pembuat undang-undang harus merumuskan substansi dari undang-undang tersebut sesuai dengan standar moral dan kebahagian umum sehingga rakyat bersedia menerima dan mentaatinya yang didalamnya tercakup seluruh hakekat dan daya keadilan.
Meskipun peraturan perundangan yang dibuat itu berisi nilai-nilai keadila yang tinggi, tetapi peraturan perundang-undangan itu tidak ada artinya, kalau penegakan hukum atas aturan yang dibuat itu tidak dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Ketidakadilan dalam melaksanakan aturan hukum itu, menyebabkan rakyat tidak akan mematuhi aturan hukum itu. Hukum yang baik adalah hukum yang sarat dengan nilai-nilai keadilan dan pelaksanaannya harus dilakukan dengan cara adil tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain, semua orang harus diperlakukan sama di muka hukum.
Indonesia adalah negara hukum. Penegasan ini terdapat dalam teks Undang-Undang Dasar 1945. dalam penjelasannya secara eksplisit disebutkan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Padapenjelasan berikutnya ditegaskan bahwa pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut atau kekuasaan yang tidak terbatas. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa hukum dalam negara Indonesia mempunyai kedudukan yang tertinggi (supreme), sehingga kekuasaan, siapapun yang memegangnya harus tunduk pada hukum.
Negara hukum yang tersebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi warga negaranya. Keadilan dan hukum merupakan satu kesatuan (integral), juga integritas dengan negara. Keadilan dan hukum inilah yang menjadi dasar bagi negara untuk merealisir tujuannya. Menurut Attamimi[32] yang dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang bertujuan selain melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan menciptakan ketentraman dan ketertiban, juga berfungsi memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mewujudkan kemakmuran yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebahagian para ahli hukum berpendapat bahwa hukum yang bagus adalah hukum yang dapat memenuhi rasa keadilan yang selalu berkembang mengikuti nilai keadilan manusia. Kesadaran hukum masyarakat akan timbul bila ada kesesuaian  antara keadilan yang hidup di dalam masyarakat dengan keadilan yang ingin dicapai oleh hukum yang sedang berlaku. Oleh karena itu, kepastian hukum hendaknya harus selalu ditegakkan, karena di dalam kepastian hukum itu terkandung nilai keadilan hukum. Antara kepastian dan keadilan merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mengisi. Dari pernyataan ini akan timbul dan tercipta hukum positif yang dapat mengayomi kehidupan masyarakat dan secara tidak langsung aka tercipta hukum yang berdimensi keadilan dan kebenaran.
Hukum dan keadilan merupakan dua sisi yang tidak boleh dipisahkan karena kedua hal ini saling berkaitan. Apabila hukum dilaksanakan dengan baik, maka keadilan akan terwujud. Apabila keadilan dapat bersatu, maka akan terwujud ketertiban dan kedamaian serta kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu harus berperan aktif dalam mewujudkan keadilan dan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu dan pilih kasih. Dalam kaitan ini diperlukan sikap keteladanan dari penguasa dalam berbuat dan bertindak, sehingga dengan kesadarannya sendiri masyarakat melalui keteladanan itu patuh kepada hukum. Masyarakat akan tunduk kepada hukum karena merasa kepentingan terlindungi dan mereka taat kepada hukum karena hukum diangap dapat mendidik dan membimbing organ yang lebih baik dalam mengayomi masyarakat dan bersikap adil dalam segala tindakan.
·         Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Pembangunan di berbagai sektor yang sedang dilakukan di Indonesia mengakibatkan berbagai konsekwensi, salah satu diantaranya adalah di bidang hukum. Berkaitan dengan itu, peranan hukum dalam pembangunan dimaksudkan agar pembangunan tersebut berlangsung secara tertib dan teratur, sehingga tujuan pembangunan tersebut dapat tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa diperlukan seperangkat atau produk-produk hukum yang mampu menunjang pembangunan.
Menurut Otje Salman[33], berbicara mengenai perananan hukum dalam pembangunan, hal ini berarti hukum di satu segi harus mampu menciptakan pola perilaku masyarakat sehingga mampu mendukung keberhasilan pembangunan yang sedang dilaksanakan, juga harus mampu memelihara dan menjaga pembangunan yang telah dilaksanakan. Di samping itu, pembentukan hukum harus pula memperhatikan kesadaran hukum masyarakat agar hukum yang dibentuk itu dapat berlaku aktif. Kesadaran hukum seringkali diasumsikan, bahwa ketaatan hukum sangat erat dengan hubungannya dengan kesadaran hukum. Dengan perkataan lain, kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat. Untuk menggambarkan keterkaitan antara kesadaran hukum dengan ketaatan hukum terdapat suatu hipotesis, yaitu kesadaran hukum yang tinggi menimbulkan ketaatan terhadap hukum, sedangkan kesadaran hukum yang lemah mengakibatkan timbulnya ketidaktaatan terhadap hukum.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, para ahli hukum sepakat bahwa hukum itu harus dinamis agar ia selalu dapat dipergunakan, tidak terikat dengan waktu dan tempat. Hukum harus dapat dipergunakan sebagai penjaga ketertiban dan ketentraman dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan masyarakat. Hukum harus dapat dijadikan pembaru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dibentuk dengan berorientasi kepada masa depan (for word looking), tidak boleh hukum dibangun dengan berorientasi kepada masa lampau saja (back word looking). Oleh karena itu, hukum harus dapat dijadikan pendorong dan pelopor untuk mengubah kehidupan masyarakat kepada yang lebih baik dan bermanfaat untuk seluruh warga negara Indonesia. Untuk itu hukum harus mendapat prioritas utama dalam pembinaan hukum nasional adalah membentuk sistem hukum nasional yang kokoh dan menjadikan hukum berperan dalam pembangunan yang sedang dilaksanakan. Hal ini penting karena hukum itu termasuk sasaran yang akan dibangun secara terus menerus dan sebaliknya pembangunan itu merupakan kerja raksasa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat yang memerlukan hukum sebagai alat pemagar pembangunan itu.
Agar hukum dapat berperan secara efektif dalam rangka Pendidikan masyarakat, maka sangat penting hukum-hukum yang akan diberlakukan disosialisasikan dulu kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat siap menerima hukum itu untuk dilaksanakannya. Dengan demikian masyarakat mentaati hukum bukan karena paksaan, karena mereka mengerti tentang hukum dan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dengan sosialisasi ini diharapkan akan terjadi internasionalisasi hukum kedalam kehidupan masyarakat yang diartikan bahwa kaidah-kaidah  hukum tersebut telah meresap dalam diri masyarakat. Apabila masyarakat sudah tahu bahwa hukum yang akan dilaksanakan itu akan membawa ketentraman dan ketertiban, maka dengan kesadaran sendiri masyarakat akan taat kepada hukum yang akan diberlakukan itu.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa pendidikan hukum kepada masyarakat sangat penting untuk dilaksanakan. Dalam kaitan ini Otje Salman[34] menjelaskan bahwa ada empat indikator untuk menjadikan hukum sebagai sarana untuk mendidik masyarakat agar mereka memilki kesadaran terhadap hukum yaitu, pertama : pengetahuan hukum yakni pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum, kedua : pemahaman hukum, tentang ini erat kaitanya asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan itu telah diundangkan, kenyataanya asumsi ini tidak benar. Pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu dan manfaatnya dalam kehidupan masyarakat, ketiga : sikap hukum, yakni suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat jika hukum ditaati, keempat : perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat.
Apabila keempat indikator tersebut terpenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya tinggi, demikian juga sebaliknya. Tingginya kesadaran hukum masyarakat terhadap suatu aturan hukum mengakibatkan warga masyarakat mentaati aturan-aturan hukum yang diberlakukan itu, begitu pula sebaliknya, apabila derajat kesadaran hukum rendah, maka derajat ketaatan terhadap hukum juga rendah. Oleh karena itu, sangat perlu diadakan pendidikan hukum masyarakat sebelum hukum diberlakukan kepada masyarakat, hal ini sangat diperlukan agar hukum dapat bekerja secara efektif sebagaimana yang diharapkan dalam rangka pembangunan nasional.
BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang terdiri dari perintah dan larangan yang bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai sanksi bagi pelanggarnya yang bertujuan untuk mengatur ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk mencapai ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat dibutuhkan sikap masyarakat yang sadar hokum. Selain masyarakat pemerintahpun juga harus sadar hokum. Maka tercapailah ketentraman dan ketertiban itu. Untuk mengantisipasi berbagai pelanggaran hokum yang terjadi maka di Indonesia telah ada berbagai macam Pengadilan. Dari yang mengadili masyarakat sampai dengan pemerintah dan para pejaba
Yang dimaksud Peradilan Agama adalah pengadilan agama Islam. Pengadilan Agama terdapat di setiap ibu kota Kabupaten. Pengadilan TInggi Agama berkedudukan di setiap ibu kota Propinsi. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita. Sedangkan susunan PENGADILAN Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam tata usaha negara antara orang /badan hukum perdata dengan badan / pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun daerah. Dan yang dimaksud dengan tata usaha
Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah.Pengadilan tata usaha Negara merupakan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat banding.




B.   Saran-Saran.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk dapat menambah pengetahuan dalam hal ini system hokum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dan juga penulis mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyesunan makalah berikutnya yang lebih sempurnah lagi.




DAFTAR PUSTAKA

Septina Damayanti, SPd. dan Siti Nurjanah, SPd.  Kreatif, Jawa Tengah Viva Pakarindo
Abdulkarim Aim, Pendidikan Kewarganegaraan untuk kelas X SMA, Bandung :  Grafindo Media Pratama, 2006
 http://www.sanancity.co.cc/2010/06/tugas-pkn-sistem-hukum-dan-peradilan.html






8

1 comment:

Blogroll

About