Saturday, February 18, 2017

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA UNHAS



Mengawali berdirinya Universitas Hasanuddin secara resmi pada tahun 1956, di kota Makassar pada tahun 1974 telah berdiri Fakultas Ekonomi yang merupakan cabang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Jakarta berdasarkan keputusan Letnan Jenderal Gubernur Pemerintah Hindia Belanda Nomor 127 tanggal 23 Juli 1947. Karena ketidak pastian yang berlarut-larut dan kekacauan di Makassar dan sekitarnya maka Fakultas yang dipimpin oleh Drs. L.A. Enthoven (Direktur) ini dibekukan dan baru dibuka kembali sebagai cabang Fakultas Ekonomi yang merupakan cabang Fakultas Ekonomi UI pada 7 Oktober 1953 di bawah pimpinan Prof. Drs. G.H.M. Riekerk. Fakultas Ekonomi benar-benar hidup sebagai cikal bakal Universitas Hasanuddin setelah dipimpin acting ketua Prof. Drs. Wolholff dan sekretarisnya Drs. Muhammad Baga pada tanggal 1 September 1956 sampai diresmikannya Universitas Hasanuddin pada tanggal 10 September 1956.
Di saat terjadinya stagnasi Fakultas Ekonomi di akhir tahun 1950, Nuruddin Sahadat, Prof. Drs. G.J Wolhoff, Mr. Tjia Kok Tjiang, J.E. Tatengkeng dan kawan-kawan mempersiapkan pendirian Fakultas Hukum swasta. Jerih payah mereka melahirkan Balai Perguruan Tinggi Sawerigading yang di bawah ketuanya Prof. Drs. G.J Wolhoff tetap berusaha mewujudkan Universitas Negeri sampai terbentuknya Panitia Pejuang Universitas Negeri di bulan Maret 1950. Jalan yang ditempuh untuk mewujudkan Universitas didahului dengan membuka Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat cabang Fakultas Hukum Universitas Indinesia (UI) yang resmi didirikan tanggal 3 Maret 1952 dengan Dekan pertama Prof. Mr. Djokosoetono yang juga sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Indinesia (UI). Dilandasi semangat kerja yang tinggi, kemandirian dan pengabdian, Fakultas Hukum yang dipimpin Prof.Dr. C. de Heern dan dilanjutkan Prof.Drs. G.H.M Riekerk, dalam kurun waktu empat tahun mampu memisahkan diri dari Universitas Indinesia dengan keluarnya PP no. 23 tahun 1956 tertanggal 10 September 1956.





Informasi lebih lanjut, kunjungi website : http://www.unhas.ac.id
Sumber : Website Universitas Hasanuddin
Continue Reading...

Monday, February 13, 2017

Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli Hukum

Nah, pada kesempatan kali ini saya akan membagi kepada teman - teman tentang berbagai pengertian atau pandangan para ahli hukum tentang bagaimana sih itu hukum pidana????

Hukum Pidana, pasti yang pertama terlintas dibenak kita ketika kita mendengarnya yaitu tentang adanya suatu kejahatan, entah itu pencurian,pembunuhan dan berbagai kejahatan yang sering kita dengar. muncullah satu pertanyaan, mengapa pidana ini sering diidentikkan dengan kejahatan?
memang pada dasarnya pidana itu berasal dari bahasa belanda yaitu strafrecht yang selanjutnya diadopsi dan diterapkan diindonesia dan berubah menjadi hukum pidana memang benar bahwa hukum Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Para ahli hukum di Indonesia membedakan istilah hukuman dengan pidana. itulah sedikit penjelasan dari saya tentang bagaimana sih itu hukum pidana ???


selanjutnya saya akan meng-share sebagian kecil dari sekian banyak dari pendapat para ahli hukum yang ada di dunia.silahkeun :)




  1. Moeljatno
  Hukum Pidana,merupakan bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
  • Menentukan perbuatan-perbuatan masa yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
  • Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  • Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
  1. Pompe
Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu.
  1. Simons
Hukum Pidana adalah semua perintah dan larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu pidana/nestapa bagi barangsiapa yang tidak menaatinya. Dan juga merupakan semua aturan yang ditentukan oleh negara yang berisi syarat-syarat untuk menjalankan pidana tersebut.
  1. Van Hattum
Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti dan ditetapkan oleh suatu negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengkaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa pidana.
  1. Hazewinkel Suringa
Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya.
  1. Mezger
 “Hukum pidana adalah semua aturan hukum (die jenige rechtnermen) yang menentukan / menghubungkan suatu pidana sebagai akibat hukum (rechtfolge) kepada suatu perbuatan yang dilakukan”
  1. W.L.G. Lemaire
“Het strafrecht is samengesteld uit die normen welke geboden en verboden bevatten en waaraan (door de wetgever) als sanctie straf, d.i. een bijzonder leed, is gekoppeld. Men kan dus ook zeggen dat het strafrecht het normen stelsel is, dat bepaalt op welke gedragingen (doen of niet-doen waar handelen verplicht is) en onder welke omstandigheden het recht met straf reageert en waaruit deze straf bestaat”.
Hukum pidana  terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.
  1. Adami Chazawi
Hukum pidana adalah bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang :
  1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu;
  2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya;
  3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menja-tuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha me-lindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.
  1. R. Abdoel Jamali
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum. Kejahatan dan Pelanggaran tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.
  1. Edmund Mezger
Aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana.
  1. Kansil
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.


    12.  Sudarsono, 

Hukum Pidana merupakan hal yang mengatur tentang pelanggaran serta kejahatan terhadap kepentingan umum dan perbuatan itu diancam dengan hukuman pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukuman pidana bukan merupakan suatu hal yang mengadakan norma hukum sendiri, namun sudah terletak pda norma lain serta sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya sebuah norma-norma lainya itu. Sebagai contoh norma agama dan kesusilaan.


Continue Reading...

UU NO.24 TAHUN 2009 (PASAL 25 - 45) BAB III BAHASA NEGARA



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009
 (PASAL 25 – 45)
TENTANG BAHASA NEGARA




ANDI MUHAMMAD RYAS YUNUS
B11116377
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN



BAB III
BAHASA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
(1)  Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 UndangUndang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang
dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
(2)  Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa,
kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi
antardaerah dan antarbudaya daerah.
(3)  Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan,pengantar pendidikan, komunikasi tingkat
nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.









Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara
yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.
Pasal 29
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2)  Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing
untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
 (3)  Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk
satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.
Pasal 30
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.
Pasal 31
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan
lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau
perseorangan warga negara Indonesia.
(2)  Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak
asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
Pasal 32
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat
internasional di Indonesia.
(2)  Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri.
Pasal 33
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan
swasta.
(2)  Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam
pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.
Pasal 34
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi
pemerintahan.
Pasal 35
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di
Indonesia.
(2)  Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian
khusus dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.
Pasal 36
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia.
(2)  Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.
(3)  Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau
permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga
pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia.
(4)  Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa
daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau
keagamaan.
Pasal 37
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi
dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia.
(2)  Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau
bahasa asing sesuai dengan keperluan.
Pasal 38
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum,
spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.
(2)  Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa
daerah dan/atau bahasa asing.
Pasal 39
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.
(2)  Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau
bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.







Bagian Ketiga
Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia
Pasal 41
(1)  Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia
agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.
(2)  Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1)  Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra
daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai
dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
(2)  Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi
lembaga kebahasaan.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1)  Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi
berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Pasal 44
(1)  Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
(2)  Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Lembaga Kebahasaan
Pasal 45
Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal
44 ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada
Menteri.
Continue Reading...

Blogroll

About