Tuesday, May 1, 2018

Cegah Korupsi. Preventif atau Represif ?


Cegah Korupsi
Represif atau Preventif ?


Korupsi, bisa kita katakan sebagai sistem yang telah membudaya dikalangan masyarakat, korupsi kini telah menjadi suatu  permasalahan yang begitu kompleks dengan menjangkit keseluruh aspek aspek kehidupan dalam kelompok kelompok sosial, namun tak bisa kita pungkiri substansi dari kebiasaan korupsi ini telah lama terangkai menjadi suatu perilaku yang notabenenya dulu belum menjadi problematika yang kompleks seperti sekarang ini, hal ini begitu menggugah rasa penasaran akan meningkatnya level awareness kita pada masa sekarang dalam hal ini dampak besar yang terjadi ketika korupsi tak lagi bisa terbendung. Perihal kesadaran terhadap bahaya dari korupsi ini juga tak lepas dari dampak yang telah menjelma menjadi suatu tembok besar dan akhirnya akan mempertajam tingkat kesenjangan antara kaum borjuis dengan kaum proletal1.
Yang terpahami pada konstruksii tertulis dari sebuah defenisi korupsi didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi BAB II pada pasal 2 No.1 dinyatakan bahwa
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Seperi yang telah dituliskan diatas,kita ketahui bahwa salahsatu asas yang terkandung di pasal pasal tindak pidana dikenal dengan asas legalitas.Asas ini merupakan salah satu asas fundamental yang harus tetap dipertahankan demi kepastian hukum. Makna asas legalitas harus dimaknai secara bijaksana dalam kerangka penegakan hukum dan keadilan. Jika dilihat dari situasi dan kondisi lahirnya asas legalitas, maka asas tersebut adalah untuk melindungi kepentingan individu sebagai ciri utama tujuan hukum pidana menurut aliran klasik yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yaitu singkatnya mengatakan bahwa tiada suatu tindakan pidana kecuali yang telah dituliskan dan dikodifikasi dalam satu kesatuan dalam ketentuan pidana. Jika demikian maka kita akan mendapati suatu kesimpulan bahwa korupsi itu adalah orang yang secara secara jelas melakukan suatu perbuatan melawan hukum dengan tujuan menguntugkan dan atau memperkaya diri dan mengakibatkan kerugian pada sebuah negara akan diberi hukuman sesuai dengan yang dituliskan dalam Undang – Undang,maka yang terpahami bahwa yang melakukan tindakan korupsi itu hanya sebatas apa masuk dalam unsur – unsur pada pasal diatas.
Dari sekian banyaknya sumber-sumber berita tentang tindak pidana korupsi, acap kali penulis temukan bahwa kasus korupsi ini semua diberitakan tentang pejabat atau seseorang yang memiliki jabatan yang menyalahgunakan wewenangnya,mengapa demikian? Penulis menyimpulkan bahwa semakin hari semakin terdeklinasi pula mentalitas diri dari jiwa bangsa kita yang membuka tabir kemungkinan-kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku buruk ,sehingga terciptalah moral yang termanifestasi dalam suatu tindakan korupsi yang begitu sewenang – wenang tanpa mengimani bahwa korupsi merupakan suatu kejahatan extra-ordinary yang begitu besar dampaknya bagi motor penggerak bangsa kita untuk maju.
Memang begitu ironi, ketika penulis melihat semakin maraknya kasus korupsi yang ditemukan dikalangan otoritas, Hal ini jika kita lihat dari perspektif awam, bahwa ada suatu keberhasilan yang begitu baik dalam hal penyidikan dan pemberantasan suatu tindak pidana  korupsi karena pihak yang berwenang semakin baik dan dominan membongkar kasus dari  pelaku – pelaku korupsi, dan setelah itu diberi hukuman. Namun dalam perspektif lain, apakah dengan banyaknya ditemukan kasus-kasus korupsi sehingga pelaku korupsi pun begitu massivenya diberitakan diberbagai media bisa memutus mata rantai korupsi dengan efektif ? ada baiknya kita merefleksi kembali presentasi tindak pidana korupsi yang dilaporkan oleh KPK semenjak 2 Tahun terakhir.
“Dikutip dari laman Tempo, Peneliti Divisi Investigasi Indonesia Corrupption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan terdapat 576 kasus korupsi sepanjang 2017. Angka ini bertambah dibandingkan pada 2016 dengan total 482 kasus. Jumlah kerugian negara pun meningkat dengan angka sebesar Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar. "Dibanding dengan tahun 2016, penanganan kasus korupsi tahun 2017 mengalami peningkatan signifikan terutama dalam aspek kerugian negara," kata Wana dalam keterangan yang diterima Tempo pada Selasa, 20 Februari 2018. kerugian negara naik dari Rp 1,5 triliun pada 2016 menjadi Rp 6,5 triliun pada 2017. Tidak hanya itu, kenaikan juga terjadi dalam aspek jumlah tersangka. Selama satu tahun, jumlah tersangka meningkat dari 1.101 menjadi 1.298 orang.”
Memang agak sedikit benar yang dikatakan penulis tadi,bahwa semakin hari semakin meningkat jumlah penangkapan pelaku tindak pidana korupsi diIndonesia, hal ini patut penulis untuk apresiasi. Akan tetapi tindakan represif dari pihak yang berwenang menurut penulis bukan hanya merupakan satu -  satunya cara yang efektif digunakan untuk mengurangi perilaku korupsi di Indonesia, represif disini dimaksudkan yaitu pemberian hukuman yang setimpal kepada pelaku tindak pidana korupsi dengan harapan akan memberikan efek jera kepada si pelaku serta mencegah kembali terjadinya tindakan korupsi. Berdasarkan fakta yang kita lihat diatas, maka dengan cara represif masih sangat sulit jika kita anggap bahwa metode ini masih terjaga eksistensinya sebagai sebuah solusi khususnya diIndonesia dalam mencegahmenjamurnya tindakan korupsi.kenapa demikian ?
Mari kita menganalogikan permasalahan korupsi ini bagaikan sebuah tumbuhan bambu,korupsi itu sama halnya dengan bambu – bambu yang tumbuh bukan hanya tumbuh keatas, melainkan juga berkembang melahirkan tunas –tunas calon bambu dewasa baru yang nantinya juga melahirkan lagi banyak tunas – tunas yang lainnya, bahkan walaupun bambu dewasa ini telah dipangkas namun masih tetap akan tumbuh tunas – tunas baru. Jika kita tarik perihal pertumbuhan dan perkembangan bambu, maka bambu dewasa ini kita analogikan sebagai sipelaku tindak korupsi sekarang maka walaupun sekeras apapun kita memangkas pelaku – pelaku korupsi ini dengan tindakan represif hal ini masih memungkinkan untuk munculnya tunas – tunas pelaku korupsi baru yang mungkin saja akan melebihi besarnya kasus korupsi yang telah ada sebelumnya. Perihal  itu maka penulis memberikan penekanan terhadap tindakan preventif sebagai solusi yang diberikan kepada si penegak hukum untuk memangkas dan mencabut sampai keakar – akarnya sistem kompleks yang disebut dengan korupsi ini.
Preventif merupakan suatu usaha dalam menyelesaikan sebuah maslaah dengan mencegah suatu permasalahan mulai dari asal muasal suatu permasalahan itu lahir sampai dengan proses terjadinya masalah itu sendiri,artinya disini bahwa sebagai penegak hukum yang bertujuan untuk menciptakan suatu keadilan dan kedamaian dalam menyejahterahkan masyakatanya seyogyanya pula perlu melakukan tindak preventif terhadap permasalah korupsi dengan mencegah dari awal bibit-bibit atau tunas pelaku tindak pidana korupsi yang mungkin saja kembali akan menjadi pemeran utama dalam melaksanakan kejahatan extraordnary ini, salah satunya dengan cara menanamkan rasa integritas, jujur, bertanggungjawab, dan lain sebagainya sebagai satu langkah awal menuju indonesia bersih dari Korupsi, yang dimana dengan meneropong realitas korupsi diIndonesia ini yang kini terus saja menjadi racun yang semakin hari, semakin menggorogoti dan membunuh karakter – karakter mulia dari bangsa kita.

Continue Reading...

Tuesday, December 19, 2017

kenapa kita mesti memperhatikan kemiskinan?





  Kemiskinan merupakan suatu masalah yang menjamur pada hampir semua negara didunia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Maret 2017 jumlah penduduk miskin, yakni penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di lndonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk).Indonesia sebagai negara demokrasi yang berjiwa nilai luhur pancasila, sangatlah menjunjung tinggi asas keadilan sosial yang seyogyanya menjadikan rakyat sebagai tolak ukur kemajuan negaranya, menjadi tersingkirkan, teralienisasi dari negaranya sendiri, tergerus kebijakan politis para oknum politik.
Kemiskinan berasal dari kata miskin, awalan ke dan akhiran an menjadi kemiskinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru (2012:581), miskin artinya adalah tidak berharta benda, serba kekurangan, papa, sangat melarat. Dalam bahasa Inggris, miskin sebagai poor atau dapat diartikan sebagai having a money few possession; not having enough money for the basic things that people need to live properly, yang diartikan tidak memiliki cukup uang untuk hal-hal dasar bahwa orang perlu untuk hidup dengan benar (Stevenson, 2010). Kemiskinan di Indonesia bukanlah hal yang baru, bahkan sudah dikenal dan diselidiki oleh Pemerintah kolonial Belanda sejak awal abad 20. Kemiskinan dewasa ini telah mengalami perluasan makna, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak hanya dipandang dari dimensi ekonomi saja, melainkan semakin meluas hingga ke dimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan bahkan politik. Konsep kemiskinan dengan demikian mempunyai definisi yang variatif berdasarkan ragam paradigma, dimensi yang terukur berdasarkan aspek-aspek dan indikator yang menyertainya. Sehingga konsep kemiskinan dapat diterjemahkan secara utuh ” holistik” (Suharto, 2010)
Lalu apa indikator bagi kemiskinan itu sendiri? Menurut beberapa lembaga ekonomi global seperti World Bank, kemiskinan diukur dari tingkat pendapatan perkapita, yakni dibawah $ 2,00 per hari. Standar ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan indikator yang digunakan oleh beberapa lembaga lain yang menetapkan standar pendapatan $ 1,00 per hari. Yang perlu kita tanyakan, apakah standar-standar ini bersifat manusiawi? Kita akan mensimulasinya dengan mengambil standar pendapatan tertinggi, $ 2,00 per hari. Jika kita mengasumsikan nilai tukar mata uang dolar ke rupiah sebesar Rp. 10.000 per dolar, maka itu artinya seseorang yang memiliki pendapatan harian sebesar Rp. 20.500 per hari bukan lagi digolongkan sebagai fakir miskin. Lalu apakah dengan pendapatan sebesar Rp. 20.500 per hari seseorang sudah dapat memenuhi seluruh kebutuhan primernya? Anda tentu dapat menjawab pertanyaan ini
kembali pada pertanyaan kenapa saya memilih topik kemiskinan?
     Pertanyaan atas hal ini mungkinlah sudah jelas bagi mereka yang peka terhadap lingkungan sosialnya, bahwa ada ketidakadilan yang  ditutup rapi dengan prestasi yang tak kunjung teratasi.
Terdapat 5 faktor terbesar penyebab kemiskinan di Indonesia.

  Kebodohan (Ignorance)

“Bodoh” disini bukan bermakna secara harfiah dimana, kalau misal mereka bersekolah, mereka akan mendapat nilai jelek. Bukan begitu. Tapi lebih kepada tidak adanya akses kepada pendidikan yang mereka butuhkan untuk kehidupan mereka. Misalnya, para nelayan mungkin tidak begitu memerlukan pelajaran fisika; tetapi pengetahuan akan varian hasil laut bisa mendukung mereka dalam mengoptimalkan pekerjaan. Pelangi Viridis yang berlokasi di Banten memahami hal ini, dan memposisikan diri sebagai jembatan bagi kebutuhan nelayan dalam meningkatkan pengetahuan mereka akan kelautan.

  Penyakit (Disease)

Di berbagai daerah yang belum mengenal pengobatan moderen, orang miskin sering terjebak pada mitos-mitos tentang penyakit yang akhirnya menyebabkan kematian. Mereka yang belum mengenal aktivitas menjaga kesehatan juga biasanya memiliki produktivitas yang rendah. Keterbatasan kondisi tubuh mereka membuat mereka tidak mampu bekerja secara maksimal sehingga kurang sejahtera. Kamu sendiri pasti akan lebih fokus bekerja ketika sehat, kan?
Permasalahan ini juga meliputi akses air bersih, sanitasi, dan pengetahuan akan pencegahan penyakit. Makanya, Komodo Water membawa solusi untuk peningkatan kesehatan di daerah Nusa Tenggara Timur, melalui penyediaan akses air bersih dengan harga yang lebih terjangkau.

  Ketidakacuhan (Apathy)


Banyaknya permasalahan hidup yang berlatar belakang finansial kadang membuat orang miskin kurang memiliki optimisme. Bagaimana mereka bisa optimis kalau tidak mengetahui bahwa sebenarnya ada lho, solusi untuk keluar dari kemiskinan. Alhasil, dengan ‘ketidakpedulian’ mereka pada diri sendiri dan keluarga, mereka ‘memilih’ untuk menyerah. Komunitas Agus Lele Booster melakukan pemberdayaan warga desa di Banyuwangi, terutama untuk usia produktif. Mereka biasanya hanya berpikir untuk mencari pekerjaan di kota, dan karena latar belakang pendidikan, tentu saja mereka ‘berakhir’ pada pekerjaan serabutan. Sementara, sebenarnya banyak sekali potensi lokal yang bisa dikembangkan di desa mereka. Oleh karena itu, komunitas ini mengajak para pemuda untuk pulang ke desa dan memanfaatkan apa yang ada agar dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik.

  Ketidakjujuran (Dishonesty)

Secara garis besar, hal inilah yang menjadi penyebab utama kemiskinan di Indonesia sulit untuk dihilangkan. Selama pejabat pemerintahan – dari tingkat yang terendah hingga tingkat pusat – hanya berpikir untuk memperkaya dirinya sendiri, maka akan selalu ada orang miskin. Yang menyedihkan, penyebab kemiskinan satu ini tidak hanya menitikberatkan pada nominal angka yang dikorupsi. Sementara seorang pejabat mungkin mencuri 100 juta rupiah dari anggaran pendidikan, sebenarnya ia sedang mengambil 400 juta rupiah, atau lebih banyak lagi. Kok bisa begitu? Seharusnya 100 juta itu bisa memperbaiki kehidupan 100 pelajar misalnya, dan ke-100 pelajar itu bisa mengembalikan manfaat itu kepada lingkungan sekitarnya. Hilangnya 100 juta tersebut memberikan dampak yang mendalam dan meluas pada kemiskinan masyarakat.

  Ketergantungan (Dependency)

Ini nih, salah satu hal terpenting yang harus kamu tahu: fakta di lapangan menyebutkan bahwa santunan belum tentu sepenuhnya menyelesaikan masalah kemiskinan! Ketika orang miskin ‘terbiasa’ diberi donasi, akan sulit bagi mereka mandiri secara finansial. Mental mereka adalah mental ‘menerima’, sedangkan solusi bagi kemiskinan adalah pekerjaan dan pendidikan.
Donasi tetaplah penting pada situasi kritis, misalnya bencana alam. Tapi kalau kita ingin menghapuskan kemiskinan, kita harus memberikan mereka suatu ‘pekerjaan rumah’ yang membuat mereka termotivasi untuk berpikir, belajar, dan berjuang. Sebagai contoh, Ternak Kambing Gibas di Lumajang memotivasi para warga, yang dulunya pengangguran, untuk beternak kambing. ‘Donasi’ diberikan dalam bentuk bibit kambing; sehingga penerimanya akan tergerak untuk menjaga, mempelajari, dan mengembangbiakkan kambing. Dengan demikian, mereka tidak perlu tergantung pada pekerjaan lain yang tidak menentu hasilnya.
 Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya berharap bisa menyuarakan berbagai hal yang menjadi penyebab kriris kemiskinan dan kesenjangan yang masih saja menjadi mimpi buruk bagi rakyat diIndonesia

Continue Reading...

Saturday, October 21, 2017

Materi Lengkap Asas - Asas Hukum

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



hukum adalah sepaket aturan yang berlaku bagi seluruh umat manusia,tentang bagaimana cacra hidup yang baik. hukum sebagai salah satu alat pengatur dalam masyarakat berperan penting dalam perwujudan cita cita suatu negara,yaitu terciptanya keamanaan, perdamaian, dan kesejahteraan pada suatu warga negara. maka dari itu hukum sebagai alat pengatur masyarakat (social engginering) ini sangatlah perlu bersifat tegas dan bijak dalam segala aturannya, begitupun terhadap asas - asas yang diberlakukan terhadap hukum itu sendiri :





Asas hukum sangatlah penting karena dari asas tersebut kita mengetahui, Apakah suatu peraturan sudah mencapai suatu tujuan yakni, kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan. Jadi apakah yang dimaksud dengan asas dalam suatu peraturan?



A.   Pandangan para Ahli Hukum

Satjipto Rahardjo menyebutkan asas hukum ini merupakan jantungnya ilmu hukum. Kita menyebutkan demikian karena pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum.


Scholten mengatakan asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.

Bellefroid berpendapat bahwa asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat.

Dari ketiga pendapat ahli tersebut penulis menyimpulkan, bahwa asas hukum adalah landasan atau dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum, dasar-dasar umum tersebut merupakan sesuatu yang mengandung norma serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

B. Asas-Asas Dalam Peraturan Perundang-undangan

  1. Asas fiksi atau asas dimana setiap orang dianggap telah mengetahui Undang-undang setelah diundangkan dalam lembaran negara.
  2. Asas Non Retro aktif atau asas dimana suatu undang-undang tidak boleh berlaku surut. 
  3. Lex posteriori derogat legi priori yaitu Undang-undang yang lama dinyatakan tidak berlaku apabila ada undang-undang yang baru yang mengatur hal yang sama. 
  4. Lex Superior derogat legi inforiori yaitu Hukum yang lebih tinggi derajatnya mengesampingkan hukum atau peraturan yang derajatnya dibawahnya. 
  5.  Lex spesialis derogat legi generalist yaitu Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum. 

C.    Asas-Asas Dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana
 
  1.   Asas Legalitas Suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana apabila telah ditentukan sebelumnya oleh undang-undang / seseorang dapat dituntut atas perbuaatannya apabila perbuatan tersebut sebelumnya telah ditentukan sebagai tindak pidana oleh hukum / undang-undang (Pasal 1 ayat [1] KUHP)
  2. Asas Culpabilitas. Nulla poena sine culpa, artinya tiada pidana tanpa kesalahan. 
  3.   Asas Opportunitas yaitu Penuntut umum berwenang untuk tidak melakukan penuntutan dengan pertimbangan demi kepentingan umum. 
  4. Asas Presumption of Innocence ( Praduga tak bersalah ). Seseorang harus dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 
  5. Asas in dubio pro reo yaitu dalam hal terjadi keragu – raguan maka yang diberlakukan adalah peraturan yang paling menguntungkan terdakwa. 
  6. Asas Equality before the law (Asas Persamaan dimuka Hukum). Artinya setiap orang harus diperlakukan sama didepan hukum tanpa membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan sebagainya 
  7. Asas Perintah tertulis dari yang berwenang yaitu bahwa setiap penangkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh UU. 
  8. Asas Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak. Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit – belit dan untuk melindungi hak tersangka guna mendapat pemeriksaan dengan cepat agar segera didapat kepastian hukum. ( Pasal 24 dan 50 KUHAP). 
  9. Asas harus hadirnya terdakwa. Pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus dengan hadirnya terdakwa. 
  10. Asas Unus Testis Nullus Testis. Satu saksi bukan saksi, maksudnya keterangan seorang saksi harus dilengkapi dengan bukti-bukti lain. 
  11. Asas Terbuka untuk Umum yaitu bahwa sidang pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk umum, kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti perkara kesusilaan, sidang tertutup untuk umum tetapi pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum. 
  12. Asas Bantuan Hukum yaitu bahwa seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi kesempatan untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan pembelaan dirinya ( Pasal 35 dan 36 UU No.14 Tahun 1970 jo Pasal 54, 55 dan 56 KUHAP). 
  13. Putusan Hakim harus disertai alasan-alasan. Semua putusan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini harus mempunyai nilai yang obyektif.
  14. Asas Nebis in idem yaitu bahwa seseorang tidak dapat dituntut lagi karena perbuatan yang sudah pernah diajukan kemuka pengadilan dan sudah mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. 
  15. Asas Kebenaran Material. ( kebenaran dan kenyataan ) yaitu pemeriksaan dalam perkara pidana, tujuannya untuk mengatahui apakah faktanya senyatanya benar-benar telah terjadi pelanggaran maupun kejahatan. 
  16. Asas ganti rugi dan rehabilitasi yaitu asas ini ditujukan  bagi tersangka/terdakwa maupun terpidana untuk mendapatkan ganti rugi atau rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses penyidikan. Diatur dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP

D.    Asas-Asas Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata

  1. Asas Hukum Benda merupakan Dwingendrecht. Hak -hak kebendaan tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam dalam undang-undang. Dengan arti lain, kehendak para pihak itu tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan. 
  2. Asas Individualiteit. Obyek hak kebendaan selalu merupakan barang yang individueel bepaald, yaitu barang yang dapat ditentukan . Artinya seseorang hanya dapat memiliki barang yang berwujud yang merupakan kesatuan. 
  3. Asas Totaliteit. Seseorang yang mempunyai hak atas suatu barang maka ia mempunyai hak atas keseluruhan barang itu / bagian-bagian yang tidak tersendiri. 
  4. Asas Onsplitsbaarheid ( tidak dapat dipisahkan ). Pemisahan dari zakelijkrechten tidak diperkenankan, tetapi pemilik dapat membebani hak miliknya dengan iura in realiena, jadi seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya. 
  5. Asas Vermenging ( asas percampuran ). Seseorang tidak akan untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai atau hak memungut hasil atas barang miliknya sendiri.
  6. Asas Publiciteit. Dalam hal pembebanan tanggungan atas benda tidak bergerak ( Hipotik ) maka harus didaftarkan didalam register umum. 
  7. Asas Spesialiteit. Hipotik hanya dapat diadakan atas benda – benda yang ditunjuk secara khusus ( letaknya, luasnya, batas-batasnya ). 
  8. Asas Reciprositas. Seorang anak wajib menghormati orang tuanya serta tunduk kepada mereka dan orang tua wajib memelihara dan membesarkan anaknya yang belum dewasa sesuai dengan kemampuannya masing-masing ( Pasal 298 KUHPerdata dan seterusnya ). 
  9.  Asas Kebebasan berkontrak (freedom of conctract/beginsel der contractsvrijheid). Para pihak berhak secara bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isinya sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. 
  10. Asas Pacta Sunt Servanda ( janji itu mengikat ). Suatu perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (pasal 1338 Kuhperdata) 
  11. Asas Konsensualitas. Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika telah tercapai kesepakatan para pihak dan sudah memenuhi sayarat sahnya kontrak (pasal 1320 Kuhperdata) 
  12. Asas Batal Demi Hukum. Suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat obyektif. 
  13.  Asas Kepribadian. Suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang hanya boleh melakukan perjanjian untuk dirinya sendiri.
  14. Asas Canselling. Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dimintakan pembatalan. 
  15. Asas Actio Pauliana. Hak kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap segala perbuatan yang tidak perlu dilakukan oleh debitur yang merugikannya. 
  16. Asas Persamaan. Para kreditor mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat terhadap barang-barang milik debitor. 
  17. Asas Preferensi. Para kreditor yang memegang hipotik, gadai dan privelegi diberi hak prseferensi yaitu didahulukan dal;am pemenuhan piutangnya. Asas ini merupakan penyimpangan dari asas persamaan. 
  18. Asas Zakwaarneming ( 1345 KuhPerdata). Asas dimana seseorang yang melakukan pengurusan terhadap benda orang lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan, maka ia wajib mengurusnya sampai tuntas. 
  19. Asas Droit invialablel et sarce. Hak milik tidak dapat diganggu gugat. 
  20. Asas Kepentingan. Dalam setiap perjanjian pertanggungan ( asuransi ) diharuskan adanya kepentingan ( Insurable interest – Pasal 250 KUHD ). 
  21. Asas Monogami. Dalam suatu perkawinan seorang laki -laki hanya boleh memiliki seorang perempuan sebagai isterinya dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami. 
  22. Asas Hakim bersifat menunggu. Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Hakim hanya menunggu saja. 
  23. Asas Hakim Pasif. Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang breperkara dan bukan oleh hakim. 
  24. Asas Audi Et Alteram Partem (Mendengar Kedua belah pihak). Didalam hukum acara perdata, kedua belah pihak harus diperlakukan sama oleh hakim, tidak memihak dan didengar bersama-sama. 
  25. Asas Actor Sequitur Forum Rei. Gugatan harus diajukan ditempat dimana tergugat bertempat tinggal (kompentensi relatif peradilan). 
  26. Asas Beracara di Kenakan biaya bahwa untuk beracara pada asasnya di kenakan biaya (pasal 3 ayat 2 UU no 4 tahun 2004 jo pasal 121 ayat 4, 182,183 HIR jo145 ayat 4, 192-194 Rbg). Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan, dan biaya untuk pengadilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai.


E.     Asas-asas Hukum Administrasi Negara
  1. Principle of proportionality (asas keseimbangan). Asas yang menghendaki proporsi yang wajar dalam penjatuhan hukuman bagi pegawai yang melakukan kesalahan.
  2. Principle of equality (asas Kesamaan dalam pengambilan keputusan). Dalam menghadapi suatu kasus dan fakta yang sama, seluruh alat administrasi negara harus dapat mengambil keputusan yang sama.
  3. Principle of Carefness (asas bertindak cermat). Asas yang menghendaki agar administrasi negara senantiasa bertindak hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
  4.    Asas Ne Bis Vexari Rule. Merupakan asas yang menghendaki agar setiap tindakan administrasi negara harus didasarkan atas undang-undang dan hukum. 
  5. Asas Principle of legality (kepastian hukum). Asas yang menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
  6. Principle of Resonable or Prohibition of Arbitrariness. (Asas Kewajaran dan keadilan). Dalam melakukan tindakan, pemerintah tidak boleh berlaku sewenang-wenang atau berlaku tidak wajar / layak. 
  7. Principle of meeting Raised Expectation (Menanggapi harapan yang wajar). Asas yang menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan pengharapan-pengharapan yang wajar bagi kepentingan rakyat.
  8. Principle of undoing the Consequence of annule Decision. Asas yang meniadakan akibat-akibat dari Pembatalan suatu keputusan. 
  9. Principle of Protecting the personal way of life. Asas perlindungan terhadap Pandangan hidup setiap pribadi.
  10. Principle of public service (Asas Penyelenggaraan kepentingan umum). Agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum.
Continue Reading...

PPT HUKUM ISLAM

Continue Reading...

PPT HAK GUNA USAHA

Continue Reading...

PPT HAK - HAK ATAS TANAH

Continue Reading...

Masihkah jurnalisme kerakyatan dibutuhkan ?



Essai ideologi persma.
Masihkah jurnalisme kerakyatan  dibutuhkan ?



Pasca kemerdekaan, kampus sebagai miniatur Negara yang di dalamnya juga terdapat lembaga dengan fungsi Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif menempatkan Pers Mahasiswa sebagai sesuatu yang sentral. Tak hanya sekedar melakukan tugas liputan kehidupan kampus, Pers Mahasiswa juga menjadi stabilisator mutu mahasiswa yang hingga saat ini masih bergelar sebagai agent of change serta guidance of value. Koran dan Majalah kampus dapat disebut sebagai bukti nyata atas keunggulan intelektualitas. Kapasitas tersebut tercermin lewat berbagai tulisan kritik dan produktivitas pemikiran mahasiswa, kaum yang maha karena memperoleh ilmu hingga bangku pendidikan tinggi .
Secara rasional, di era industrialisasi yang mengagungkan kapitalisme dan neoliberalisme, Pers Mahasiswa seharusnya tetap menjaga dualisme perannya. Peran tersebut yakni inward function berupa kontrol kehidupan internal kampus serta outward function sebagai watchdog Pemerintah. Faktanya, perkembangan dinamika kampus terus menguji idealisme insan Pers Mahasiswa. Pers kampus yang tak lain hanyalah seorang mahasiswa yang berkeinginan untuk mengembangkan bakat, potensi dan mencari pengalaman ini sering kali menjumpai kendala di lapangan. Seperti halnya ketika pers kampus ingin menyoroti kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak kampus misalnya terkait anggaran kemahasiswaan, uang pembangunan dan lain-lain sangat sulit untuk dipecahkan. Hal demikian seringkali terjadi sebab seorang pers kampus masih masuk kedalam naungan universitas yang terbentur oleh hak seorang mahasiswa dan hak seorang pejabat tinggi di kampus. Kendala-kendala yang seringkali dihadapi seorang pers kampus adalah ketika ingin mewawancari narasumber yang narasumber tersebut adalah salah seorang pegawai rektorat, besar kemungkinan bahwa pers kampus tidak diberikan akses untuk masuk dan melakukan wawancara atau kemungkinan lain adalah dilempar untuk bertemu orang-orang yang tidak memiliki informasi yang dituju dan diinginkan. Sebagian pers kampus yang berhasil mewawancarai pejabat tinggi kampus sekelas wakil rektor akan menjadi sebuah catatan untuk pihak rektorat dan tidak jarang dari mereka akan melakukan penekanan-penekanan untuk tidak memberitakan hal-hal yang tidak sejalan dengan kemauan pihak kampus itu sendiri. Pada sisi lain, tekanan-tekanan yang dihadapi oleh pers kampus dan naungannya adalah ketika dana tidak dapat turun dari pihak rektorat yang berfungsi untuk kelanjutan kinerja dari lembaga yang menaungi pers kampus akibat pemberitaan yang dianggap menjadi provokasi untuk kalangan mahasiswa. Sebagai seorang pers kampus, kondisi ini tentu cukup mengganggu kinerja dan tingkat produktivitas lembaganya. Maka tak jarang banyak ditemui, untuk melanjutkan taring sebagai seorang pers kampus maka banyak lembaga yang mencari pengiklan untuk medianya yang untuk timbale baliknya lembaga tersebut dapat memperoleh profit yang bisa menjadi penentu kelancaran kegiatan menyampaikna berita. Sebagai seorang pers kampus yang pada hakikatnya tidak mendapatkan upah sepeserpun dalam melakukan mencari informasi adalah menjadi sebuah kendala untuk beberapa orang yang tidak bisa bertahan. Seleksi alam juga menentukan seberapa kuat dan profesionalnya seorang pers kampus yang bekera Cuma-Cuma untuk sebuah kerja sosial yang mulia.


            Menyikapi urgensi permasalahan diatas dengan Bertolak dari sambutan Bagir Manan, Ketua Dewan Pers Nasional di hari Pers Nasional Februari lalu, paling tidak ada tiga dasar yang perlu dilaksanakan.
“Pertama, bertalian dengan fungsi alamiah pers. Dalam beberapa ungkapan dikatakan, pers merdeka merupakan hakikat atau natur dari pers itu sendiri. Untuk menjalankan fungsi pers seperti fungsi informasi sangat memerlukan kemerdekaan atau kebebasan. Sehingga, di tengah gejolak politik praktis yang melanda kampus, insan Pers Mahasiswa tidak boleh terpengaruh pihak manapun. Pers Mahasiswa harus tetap memegang teguh warna tinta identitas yang diusung. Hanya dengan kemerdekaan, informasi yang disampaikan kepada publik layak dipercaya dan akurat.”
“ Kedua,bertalian dengan fungsi sebagai instrumen untuk mewujudkan hak asasi manusia. Salah satu peran Pers mahasiswa, yakni mewadahi hak setiap warga kampus untuk bebas berkomunikasi, bebas menyatakan pikiran dan pendapat, hak atas kebebasan menyampaikan keluhan, sangat memerlukan Pers yang merdeka. Oleh karena itu, kebebasan bertukar pendapat antara insan pers dan warga kampus akan akan meningkatkan mutu kebenaran serta mendorong perubahan dan kemajuan. Atas hal ini, Lembaga Pers Mahasiswa sangat tidak disarankan untuk bersikap ekslusif seperti kebanyakan lembaga lainnya. Lembaga Pers baiknya mengadakan kegiatan diskusi publik atas suatu isu secara terpadu dan berkelanjutan. Selain itu, sebaiknya Lembaga Pers juga mengadakan suatu panggung bedah tulisan. Dalam acara tersebut, insan Pers dapat berkomunikasi secara terbuka dengan warga kampus mengapa mereka mengambil perspektif seperti yang telah dipaparkan. Respons warga kampus selanjutnya tanpa disadari dapat membangun kapabilitas internal. Hal tambahan yakni Pers dapat lebih mengenal jati diri warga kampus sehingga dapat memetakan harus seperti apa nafas tulisan mereka ke depan.”
“ Ketiga, pers sebagai sarana demokrasi. Acapkali kita mendengar ungkapan tanpa tanggung jawab tidak ada demokrasi. Sehingga Pers mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan miniatur demokrasi dalam kampus yang sehat, lewat liputan-liputan yang objektif dan berimbang. Lebih dari itu, Pers Mahasiswa juga bertanggung jawab dalam memonitor isu-isu ke-Indonesiaan untuk selanjutnya mengedukasi warga kampus. Misalnya, dewasa ini kita kerapkali disuguhi berita media televisi yang kurang berimbang dikarenakan kepentingan bisnis dan politik semata. Maka, menjadi tugas Pers Mahasiswa untuk meluruskan fenomena tersebut dengan menjadi garis tengah. Sebagai insan intelektual insan pers harus menunjukkan sikap ilmiah atas suatu isu. Ingat, Pers Mahasiswa adalah Pers yang paling independen karena tidak memiliki tendensi apapun selain pembelaan terhadap kemewahan bernama idealisme.

            Kondisi Indonesia memang sudah banyak mengalami perubahan sejak sebelum merdeka hingga saat ini. Hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi sikap kritis pers mahasiswa terhadap berbagai persoalan yang ada sekarang. Terlebih lagi dengan kondisi kebebasan pers yang sudah terjamin. Pers umum pun kian tumbuh pesat sehingga melahirkan suatu pertanyaan masihkah pers mahasiswa dibutuhkan? Sebanyak apapun pertumbuhan pers di Indonesia, pers mahasiswa tetap menjadi warna lain yang menjadi bagian dari pers Indonesia itu sendiri. Pers mahasiswa tetap konsisten dengan prinsipnya yaitu jurnalisme kerakyatan. Di tengah hiruk pikuk perkembangan pers yang berorientasi pada keuntungan pada sektor ekonomi, pers mahasiswa masih tetap pada bentuknya sediakala yaitu nirlaba atau tidak berorientasi pada keuntungan. Pers mahasiswa masih menjunjung tinggi jurnalisme kerakyatan yang menyajikan informasi tanpa dalih untuk mendapatkan keuntungan. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara pers secara umum dengan pers mahasiswa. Tidak adanya kepentingan ekonomi di balik pers mahasiswa disinyalir mampu mempertahankan prinsip independen yang dipegang teguh oleh pers mahasiswa
Akhirnya, mengingatkan bagian paling dasar dari kerja insan Pers yakni menjunjung tinggi kode etik pers, tidak hanya demi kepentingan sumber berita, melainkan sebagai suatu kesatuan dalam menjaga dan melindungi kemerdekaan Pers. Semoga nilai nilai  idealisme Lembaga Pers Mahasiswa dapat turut mengawal terbinanya insan middle class pencipta dan pengabdi yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.



Muhammadryas(5/06/2017)
Continue Reading...

Blogroll

About