Saturday, October 21, 2017

Masihkah jurnalisme kerakyatan dibutuhkan ?

Share it Please


Essai ideologi persma.
Masihkah jurnalisme kerakyatan  dibutuhkan ?



Pasca kemerdekaan, kampus sebagai miniatur Negara yang di dalamnya juga terdapat lembaga dengan fungsi Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif menempatkan Pers Mahasiswa sebagai sesuatu yang sentral. Tak hanya sekedar melakukan tugas liputan kehidupan kampus, Pers Mahasiswa juga menjadi stabilisator mutu mahasiswa yang hingga saat ini masih bergelar sebagai agent of change serta guidance of value. Koran dan Majalah kampus dapat disebut sebagai bukti nyata atas keunggulan intelektualitas. Kapasitas tersebut tercermin lewat berbagai tulisan kritik dan produktivitas pemikiran mahasiswa, kaum yang maha karena memperoleh ilmu hingga bangku pendidikan tinggi .
Secara rasional, di era industrialisasi yang mengagungkan kapitalisme dan neoliberalisme, Pers Mahasiswa seharusnya tetap menjaga dualisme perannya. Peran tersebut yakni inward function berupa kontrol kehidupan internal kampus serta outward function sebagai watchdog Pemerintah. Faktanya, perkembangan dinamika kampus terus menguji idealisme insan Pers Mahasiswa. Pers kampus yang tak lain hanyalah seorang mahasiswa yang berkeinginan untuk mengembangkan bakat, potensi dan mencari pengalaman ini sering kali menjumpai kendala di lapangan. Seperti halnya ketika pers kampus ingin menyoroti kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak kampus misalnya terkait anggaran kemahasiswaan, uang pembangunan dan lain-lain sangat sulit untuk dipecahkan. Hal demikian seringkali terjadi sebab seorang pers kampus masih masuk kedalam naungan universitas yang terbentur oleh hak seorang mahasiswa dan hak seorang pejabat tinggi di kampus. Kendala-kendala yang seringkali dihadapi seorang pers kampus adalah ketika ingin mewawancari narasumber yang narasumber tersebut adalah salah seorang pegawai rektorat, besar kemungkinan bahwa pers kampus tidak diberikan akses untuk masuk dan melakukan wawancara atau kemungkinan lain adalah dilempar untuk bertemu orang-orang yang tidak memiliki informasi yang dituju dan diinginkan. Sebagian pers kampus yang berhasil mewawancarai pejabat tinggi kampus sekelas wakil rektor akan menjadi sebuah catatan untuk pihak rektorat dan tidak jarang dari mereka akan melakukan penekanan-penekanan untuk tidak memberitakan hal-hal yang tidak sejalan dengan kemauan pihak kampus itu sendiri. Pada sisi lain, tekanan-tekanan yang dihadapi oleh pers kampus dan naungannya adalah ketika dana tidak dapat turun dari pihak rektorat yang berfungsi untuk kelanjutan kinerja dari lembaga yang menaungi pers kampus akibat pemberitaan yang dianggap menjadi provokasi untuk kalangan mahasiswa. Sebagai seorang pers kampus, kondisi ini tentu cukup mengganggu kinerja dan tingkat produktivitas lembaganya. Maka tak jarang banyak ditemui, untuk melanjutkan taring sebagai seorang pers kampus maka banyak lembaga yang mencari pengiklan untuk medianya yang untuk timbale baliknya lembaga tersebut dapat memperoleh profit yang bisa menjadi penentu kelancaran kegiatan menyampaikna berita. Sebagai seorang pers kampus yang pada hakikatnya tidak mendapatkan upah sepeserpun dalam melakukan mencari informasi adalah menjadi sebuah kendala untuk beberapa orang yang tidak bisa bertahan. Seleksi alam juga menentukan seberapa kuat dan profesionalnya seorang pers kampus yang bekera Cuma-Cuma untuk sebuah kerja sosial yang mulia.


            Menyikapi urgensi permasalahan diatas dengan Bertolak dari sambutan Bagir Manan, Ketua Dewan Pers Nasional di hari Pers Nasional Februari lalu, paling tidak ada tiga dasar yang perlu dilaksanakan.
“Pertama, bertalian dengan fungsi alamiah pers. Dalam beberapa ungkapan dikatakan, pers merdeka merupakan hakikat atau natur dari pers itu sendiri. Untuk menjalankan fungsi pers seperti fungsi informasi sangat memerlukan kemerdekaan atau kebebasan. Sehingga, di tengah gejolak politik praktis yang melanda kampus, insan Pers Mahasiswa tidak boleh terpengaruh pihak manapun. Pers Mahasiswa harus tetap memegang teguh warna tinta identitas yang diusung. Hanya dengan kemerdekaan, informasi yang disampaikan kepada publik layak dipercaya dan akurat.”
“ Kedua,bertalian dengan fungsi sebagai instrumen untuk mewujudkan hak asasi manusia. Salah satu peran Pers mahasiswa, yakni mewadahi hak setiap warga kampus untuk bebas berkomunikasi, bebas menyatakan pikiran dan pendapat, hak atas kebebasan menyampaikan keluhan, sangat memerlukan Pers yang merdeka. Oleh karena itu, kebebasan bertukar pendapat antara insan pers dan warga kampus akan akan meningkatkan mutu kebenaran serta mendorong perubahan dan kemajuan. Atas hal ini, Lembaga Pers Mahasiswa sangat tidak disarankan untuk bersikap ekslusif seperti kebanyakan lembaga lainnya. Lembaga Pers baiknya mengadakan kegiatan diskusi publik atas suatu isu secara terpadu dan berkelanjutan. Selain itu, sebaiknya Lembaga Pers juga mengadakan suatu panggung bedah tulisan. Dalam acara tersebut, insan Pers dapat berkomunikasi secara terbuka dengan warga kampus mengapa mereka mengambil perspektif seperti yang telah dipaparkan. Respons warga kampus selanjutnya tanpa disadari dapat membangun kapabilitas internal. Hal tambahan yakni Pers dapat lebih mengenal jati diri warga kampus sehingga dapat memetakan harus seperti apa nafas tulisan mereka ke depan.”
“ Ketiga, pers sebagai sarana demokrasi. Acapkali kita mendengar ungkapan tanpa tanggung jawab tidak ada demokrasi. Sehingga Pers mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan miniatur demokrasi dalam kampus yang sehat, lewat liputan-liputan yang objektif dan berimbang. Lebih dari itu, Pers Mahasiswa juga bertanggung jawab dalam memonitor isu-isu ke-Indonesiaan untuk selanjutnya mengedukasi warga kampus. Misalnya, dewasa ini kita kerapkali disuguhi berita media televisi yang kurang berimbang dikarenakan kepentingan bisnis dan politik semata. Maka, menjadi tugas Pers Mahasiswa untuk meluruskan fenomena tersebut dengan menjadi garis tengah. Sebagai insan intelektual insan pers harus menunjukkan sikap ilmiah atas suatu isu. Ingat, Pers Mahasiswa adalah Pers yang paling independen karena tidak memiliki tendensi apapun selain pembelaan terhadap kemewahan bernama idealisme.

            Kondisi Indonesia memang sudah banyak mengalami perubahan sejak sebelum merdeka hingga saat ini. Hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi sikap kritis pers mahasiswa terhadap berbagai persoalan yang ada sekarang. Terlebih lagi dengan kondisi kebebasan pers yang sudah terjamin. Pers umum pun kian tumbuh pesat sehingga melahirkan suatu pertanyaan masihkah pers mahasiswa dibutuhkan? Sebanyak apapun pertumbuhan pers di Indonesia, pers mahasiswa tetap menjadi warna lain yang menjadi bagian dari pers Indonesia itu sendiri. Pers mahasiswa tetap konsisten dengan prinsipnya yaitu jurnalisme kerakyatan. Di tengah hiruk pikuk perkembangan pers yang berorientasi pada keuntungan pada sektor ekonomi, pers mahasiswa masih tetap pada bentuknya sediakala yaitu nirlaba atau tidak berorientasi pada keuntungan. Pers mahasiswa masih menjunjung tinggi jurnalisme kerakyatan yang menyajikan informasi tanpa dalih untuk mendapatkan keuntungan. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara pers secara umum dengan pers mahasiswa. Tidak adanya kepentingan ekonomi di balik pers mahasiswa disinyalir mampu mempertahankan prinsip independen yang dipegang teguh oleh pers mahasiswa
Akhirnya, mengingatkan bagian paling dasar dari kerja insan Pers yakni menjunjung tinggi kode etik pers, tidak hanya demi kepentingan sumber berita, melainkan sebagai suatu kesatuan dalam menjaga dan melindungi kemerdekaan Pers. Semoga nilai nilai  idealisme Lembaga Pers Mahasiswa dapat turut mengawal terbinanya insan middle class pencipta dan pengabdi yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.



Muhammadryas(5/06/2017)

No comments:

Post a Comment

Blogroll

About