Tuesday, December 19, 2017

kenapa kita mesti memperhatikan kemiskinan?

Share it Please




  Kemiskinan merupakan suatu masalah yang menjamur pada hampir semua negara didunia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Maret 2017 jumlah penduduk miskin, yakni penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di lndonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk).Indonesia sebagai negara demokrasi yang berjiwa nilai luhur pancasila, sangatlah menjunjung tinggi asas keadilan sosial yang seyogyanya menjadikan rakyat sebagai tolak ukur kemajuan negaranya, menjadi tersingkirkan, teralienisasi dari negaranya sendiri, tergerus kebijakan politis para oknum politik.
Kemiskinan berasal dari kata miskin, awalan ke dan akhiran an menjadi kemiskinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru (2012:581), miskin artinya adalah tidak berharta benda, serba kekurangan, papa, sangat melarat. Dalam bahasa Inggris, miskin sebagai poor atau dapat diartikan sebagai having a money few possession; not having enough money for the basic things that people need to live properly, yang diartikan tidak memiliki cukup uang untuk hal-hal dasar bahwa orang perlu untuk hidup dengan benar (Stevenson, 2010). Kemiskinan di Indonesia bukanlah hal yang baru, bahkan sudah dikenal dan diselidiki oleh Pemerintah kolonial Belanda sejak awal abad 20. Kemiskinan dewasa ini telah mengalami perluasan makna, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak hanya dipandang dari dimensi ekonomi saja, melainkan semakin meluas hingga ke dimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan bahkan politik. Konsep kemiskinan dengan demikian mempunyai definisi yang variatif berdasarkan ragam paradigma, dimensi yang terukur berdasarkan aspek-aspek dan indikator yang menyertainya. Sehingga konsep kemiskinan dapat diterjemahkan secara utuh ” holistik” (Suharto, 2010)
Lalu apa indikator bagi kemiskinan itu sendiri? Menurut beberapa lembaga ekonomi global seperti World Bank, kemiskinan diukur dari tingkat pendapatan perkapita, yakni dibawah $ 2,00 per hari. Standar ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan indikator yang digunakan oleh beberapa lembaga lain yang menetapkan standar pendapatan $ 1,00 per hari. Yang perlu kita tanyakan, apakah standar-standar ini bersifat manusiawi? Kita akan mensimulasinya dengan mengambil standar pendapatan tertinggi, $ 2,00 per hari. Jika kita mengasumsikan nilai tukar mata uang dolar ke rupiah sebesar Rp. 10.000 per dolar, maka itu artinya seseorang yang memiliki pendapatan harian sebesar Rp. 20.500 per hari bukan lagi digolongkan sebagai fakir miskin. Lalu apakah dengan pendapatan sebesar Rp. 20.500 per hari seseorang sudah dapat memenuhi seluruh kebutuhan primernya? Anda tentu dapat menjawab pertanyaan ini
kembali pada pertanyaan kenapa saya memilih topik kemiskinan?
     Pertanyaan atas hal ini mungkinlah sudah jelas bagi mereka yang peka terhadap lingkungan sosialnya, bahwa ada ketidakadilan yang  ditutup rapi dengan prestasi yang tak kunjung teratasi.
Terdapat 5 faktor terbesar penyebab kemiskinan di Indonesia.

  Kebodohan (Ignorance)

“Bodoh” disini bukan bermakna secara harfiah dimana, kalau misal mereka bersekolah, mereka akan mendapat nilai jelek. Bukan begitu. Tapi lebih kepada tidak adanya akses kepada pendidikan yang mereka butuhkan untuk kehidupan mereka. Misalnya, para nelayan mungkin tidak begitu memerlukan pelajaran fisika; tetapi pengetahuan akan varian hasil laut bisa mendukung mereka dalam mengoptimalkan pekerjaan. Pelangi Viridis yang berlokasi di Banten memahami hal ini, dan memposisikan diri sebagai jembatan bagi kebutuhan nelayan dalam meningkatkan pengetahuan mereka akan kelautan.

  Penyakit (Disease)

Di berbagai daerah yang belum mengenal pengobatan moderen, orang miskin sering terjebak pada mitos-mitos tentang penyakit yang akhirnya menyebabkan kematian. Mereka yang belum mengenal aktivitas menjaga kesehatan juga biasanya memiliki produktivitas yang rendah. Keterbatasan kondisi tubuh mereka membuat mereka tidak mampu bekerja secara maksimal sehingga kurang sejahtera. Kamu sendiri pasti akan lebih fokus bekerja ketika sehat, kan?
Permasalahan ini juga meliputi akses air bersih, sanitasi, dan pengetahuan akan pencegahan penyakit. Makanya, Komodo Water membawa solusi untuk peningkatan kesehatan di daerah Nusa Tenggara Timur, melalui penyediaan akses air bersih dengan harga yang lebih terjangkau.

  Ketidakacuhan (Apathy)


Banyaknya permasalahan hidup yang berlatar belakang finansial kadang membuat orang miskin kurang memiliki optimisme. Bagaimana mereka bisa optimis kalau tidak mengetahui bahwa sebenarnya ada lho, solusi untuk keluar dari kemiskinan. Alhasil, dengan ‘ketidakpedulian’ mereka pada diri sendiri dan keluarga, mereka ‘memilih’ untuk menyerah. Komunitas Agus Lele Booster melakukan pemberdayaan warga desa di Banyuwangi, terutama untuk usia produktif. Mereka biasanya hanya berpikir untuk mencari pekerjaan di kota, dan karena latar belakang pendidikan, tentu saja mereka ‘berakhir’ pada pekerjaan serabutan. Sementara, sebenarnya banyak sekali potensi lokal yang bisa dikembangkan di desa mereka. Oleh karena itu, komunitas ini mengajak para pemuda untuk pulang ke desa dan memanfaatkan apa yang ada agar dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik.

  Ketidakjujuran (Dishonesty)

Secara garis besar, hal inilah yang menjadi penyebab utama kemiskinan di Indonesia sulit untuk dihilangkan. Selama pejabat pemerintahan – dari tingkat yang terendah hingga tingkat pusat – hanya berpikir untuk memperkaya dirinya sendiri, maka akan selalu ada orang miskin. Yang menyedihkan, penyebab kemiskinan satu ini tidak hanya menitikberatkan pada nominal angka yang dikorupsi. Sementara seorang pejabat mungkin mencuri 100 juta rupiah dari anggaran pendidikan, sebenarnya ia sedang mengambil 400 juta rupiah, atau lebih banyak lagi. Kok bisa begitu? Seharusnya 100 juta itu bisa memperbaiki kehidupan 100 pelajar misalnya, dan ke-100 pelajar itu bisa mengembalikan manfaat itu kepada lingkungan sekitarnya. Hilangnya 100 juta tersebut memberikan dampak yang mendalam dan meluas pada kemiskinan masyarakat.

  Ketergantungan (Dependency)

Ini nih, salah satu hal terpenting yang harus kamu tahu: fakta di lapangan menyebutkan bahwa santunan belum tentu sepenuhnya menyelesaikan masalah kemiskinan! Ketika orang miskin ‘terbiasa’ diberi donasi, akan sulit bagi mereka mandiri secara finansial. Mental mereka adalah mental ‘menerima’, sedangkan solusi bagi kemiskinan adalah pekerjaan dan pendidikan.
Donasi tetaplah penting pada situasi kritis, misalnya bencana alam. Tapi kalau kita ingin menghapuskan kemiskinan, kita harus memberikan mereka suatu ‘pekerjaan rumah’ yang membuat mereka termotivasi untuk berpikir, belajar, dan berjuang. Sebagai contoh, Ternak Kambing Gibas di Lumajang memotivasi para warga, yang dulunya pengangguran, untuk beternak kambing. ‘Donasi’ diberikan dalam bentuk bibit kambing; sehingga penerimanya akan tergerak untuk menjaga, mempelajari, dan mengembangbiakkan kambing. Dengan demikian, mereka tidak perlu tergantung pada pekerjaan lain yang tidak menentu hasilnya.
 Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya berharap bisa menyuarakan berbagai hal yang menjadi penyebab kriris kemiskinan dan kesenjangan yang masih saja menjadi mimpi buruk bagi rakyat diIndonesia

No comments:

Post a Comment

Blogroll

About