PERANAN
HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Nama : ANDI
MUHAMMAD RYAS YUNUS
NIM
: B11116377
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA
PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
saya, sehingga saya pribadi dapat menyelesaikan makalah tentang “PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN
PEMBANGUNAN NASIONAL”
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN NASIONAL”ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Makassar , 18 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB
I
LATAR BELAKANG
……………………………………………… i
BAB
II PEMBAHASAN
PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT…………………..
5
PERANAN HUKUM DALAM
PEMBANGUNAN ………………. 8
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
…………………………………………………….. 18
SARAN – SARAN
………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………
20
LATAR
BELAKANG
Peranan
hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan masyarakat perlu
dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial. Pengaruh peranan
hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau signifikan atau tidak.
Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan
sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh
langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau mengubah institusi
pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh langsung,
yang kemudian sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk mengubah
perilaku masyarakat.
Hukum
di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
DAFTAR
ISI
BAB
I
LATAR BELAKANG
……………………………………………… i
BAB
II PEMBAHASAN
PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT…………………..
5
PERANAN HUKUM DALAM
PEMBANGUNAN ………………. 8
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
…………………………………………………….. 18
SARAN – SARAN
………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………… 20
BAB II
PEMBAHASAN
Peranan Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat
Di dalam masyarakat dijumpai
berbagai institusi yang masing-masing diperlukan oleh masyarakat itu untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mempelancar jalanya pemenuhan kebutuhan
tersebut. Oleh karena fungsinya yang demikian itu maka masyarakat sangat
membutuhkan kehadiran institusi tesebut. Institusi bergerak di sekitar
kebutuhan tertentu manusia. Agar kita bisa berbicara mengenai adanya suatu
insttiusi yang demikian itu, kebutuhan yang dilayaninya telebih dulu harus
medapakan pengakuan masyarakat. Pengakuan di sini diartikan, bahwa masyarakat
di situ memang telah mengakui pentingnya kebutuhan tersebut bagi kehidupan
manusia.
Apabila masyarakat telah
mulai memperhatikan suatu kebutuhan tertentu maka akan berusaha agar dalam
masyarakat dapat diciptakan suatu sarana untuk memnuhinya. Dari sinilah mulai
dilahirkan suatu institusi tersebut. Jadi institusi itu pada hakikatnya
merupakan alat perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan
dalam masyarakat dapat dipenuhi secara seksama. Keadilan merupakan salah satu
kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui semua tempat di dunia ini.
Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke dalam institusi yang namanya hukum,
maka institusi hukum itu harus mampu untuk menjadi saluran agar keadilan itu
dapat diselenggarakan secara seksama dalam masyarakat. Beberapa ciri yang
umumnya melekat pada institusi sebagai perlengkapan masyarakat :
1. Stabilitas. Di
sini kehadiran institusi hukum menimbulkan suatu kemantapan dan keteraturan
dalam usaha manusia untuk memperoleh keadilan itu.
2. Memberikan
kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat. Di dalam ruang
lingkup kerangka yangt telah diberikan dan dibuat oleh masyarakat itu,
anggota-anggota masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhanya.
3. Institusi
menampilkan wujudnya dalam bentuk norma. Norma-norma inilah yang merupakan
sarana untuk menjamin agar anggota-anggota masyarakat dapat dipenuhi
kebutuhanya secara terorganisasi.
4. Jalinan
antar institusi. Terjadinya tumpang tindih antara institusi.
Hukum merupakan
institusi sosial yang
tujuannya untuk menyelenggarakan keadilan dalam masyarakat. Sebagai suatu
institusi sosial, maka penyelenggaraanya yang demikian itu bekaitan dengan
tingkat kemampuan masyarakat itu sendiri untuk melaksanakannya. Oleh karena itu
suatu masyarakat akan menyelengarakannya dengan cara tertentu yang berbeda
dengan masyarakat pada masyarakat yang lain. Perbedaan ini berhubungan
erat dengan persediaan perlengkapan yang terdapat dalam masyarakat untuk
penyelenggaraan keadilan itu dan hak ini berarti adanya berhubungan yang erat
antara institusi hukum suatu masyarakat dengan tingkat perkembangan organisasi
sosialnya.
Suatu pengamatan
terhadap masyarakat sacara sosiologis memeperlihatkan, bahwa kekuasaan itu
tidak tebagi secara merata dalam masyarakat. Struktur pembagian yang demikian
itu menyebabkan, bahwa kekuasaan itu terhimpun pada sekelompok orang-orang
tertentu, sedangkan orang-orang lain tidak atau kurang memiliki kekuasaan itu.
Keadaan seperti inilah yang menimbulkan perlapisan sosial di dalam masyarakat.
Bagaimana stuktur yang berlapis-lapis itu bisa terbentuk banyak tergantung dari
sistem perekonomian suatu masyarakat. Terjadinya penumpukan kekuasaan di tangan
sekelompok orang-orang tertentu berhubungan dengan sistem pembagian sumber daya
dalam masyarakat. Kekuasaan itu tidak terlepas dari penguasaan barang-barang
dalam masyarakat.
Oleh karena itu
terjadinya perlapisan kekuasaan berhubungan erat dengan barang-barang yang bisa
dibagi-bagikan itu tentunya susah dibayangkan timbulnya perlapisan sosial dalam
masyarakat. Kondisi pengadaan barang-barang menetukan apakah dalam suatu
masyarakat akan menjumppai struktur kekuasaan yang berlapis-lapis itu.
Pentingnya pembicaraan mengenai perlapisan sosial dalam rangka pembicaraan
tentang hukum disebabkan oleh dampak dari adanya struktur yang demikian itu
terhadap hukum, baik itu di bidang pembuatan hukum, pelaksanaan, maupun penyelesaian
sengketanya. Pada masyarakat mana pun juga, orang atau golongan yang bisa
menjalankan kekuasaannya secara efektif adalah mereka yang mampu mengontrol
institusi-institusi politisi dan ekonomi dalam masyarakat.
Para ahli sosiologi
hukum memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara hukum dengan
perlapisan sosial ini. Dengan terjadinya perlapisan sosial maka hukum pun susah
untuk memperhatikan netralitas atau kedudukannya yang tidak memihak. Perlapisan
sosial ini merupakan kunci penjelasan mengapa hukum itu bersifat distriminatif,
baik pada peraturan-peraturannya sendiri, maupun melalui penegakannya. Para
ahli tersebut di muka berpendapat, bahwa peraturan-peraturan hukumnya sendiri
tidaklah memihak. Dalam keadaan yang demikian ini pendapat yang berkuasapun
akan menentukan bagaimana isi peraturan hukum di situ.
Dengan demikian,
bagaimanapun diusahakan agar penegakan hukum itu tidak memihak, namun karena
sudah sejak kelahirannya peraturan-peraturan itu tidak lempeng, maka hukum pun
bersifat memihak, keadaan yang demikian itu juga dijumpai pada masalah
penegakan hukum. Kalaulah kita sekarang sudah mengetahui betapa besar peranan
hukum di dalam membantu menciptakan ketertiban dan kelencaran dalam kehidupan
masyarakat, kita masih saja belum mengetahui benar apa yang dikehendaki oleh
hukum tersebut. Apakah sekedar untuk menciptakan ketertiban atau lebih jauh
dari pada itu?
Pertanyaan atau masalah
ini layak sekali untuk mendapatkan perhatian kita. Apabila kita mengatakan,
bahwa hukum-hukum itu bermaksud untuk menciptakan ketertiban, maka sebetulnya
kita hanya berurusan dengan hal-hal yang bersifat dengan hal-hal teknik.
Melarang orang untuk melakukan pencurian dengan menciptakan suatu hukum dengan
sanksinya adalah suatu usaha yang bersifat teknik. Tetapi mengapa justru
mencuri itu yang dilarang? Jawabanya adalah, karena mencuri itu dianggap
sebagai perbuatan yang tercela oleh masyarakat. Dengan demikian, kita telah
memasuki bidang yang tidak teknik lagi sifatnya, melainkan sudah ideal.
Pembicaraan ini
diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih sesuai dengan kenyataan dalam
kita meninjau dan mempelajari hukum, yaitu bahwa hukum itu hadir dalam
masyarakat karena harus melayani kebutuhan-kebutuhan tertentu dan harus
mengolah bahan-bahan tertentu yang harus ia terima sebagai suatu kenyataan.
Karena hukum itu memberikan pembatasan-pembatasan yang demikian itu maka
institusi hukum itu hanya bisa berjalan dengan seksama di dalam suatu
lingkungan sosial dan politik yang bisa dikendalikan secara efektif oleh hukum.
Suatu masyarakat yang berkehendak untuk diatur oleh hukum tetapi yang tidak
bersedia untuk membiarkan penggunaan kekuasaannya dibatasi dan dikontrol, bukan
merupakan lingkungan yang baik bagi berkembangnya institusi hukum.
Hukum Sebagai Sosial
Kontrol, dimana setiap kelompok masyarakat selalu ada problem sebagai
akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standard
dan yang parktis. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat dapat
dicontohkan : pencurian, perzinahan hutang, membunuh dan lain-lain. Semua
contoh ini adalah bentuk prilaku yang menyimpang yang menimbulkan persoalan
didalam masyarakat, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat
yang modern. Dalam situasi yang demikian itu, kelompok itu berhadapan dengan
problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan,
mempertahankan eksistensinya.
Fungsi Hukum dalam
kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control sosial yang akan
membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki,
sehingga hukum mempunyai suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok
masyarakat tersebut. Hukum yang berfungsi demikian adalah merupakan instrument
pengendalian social.
Hukum sebagai alat untuk
mengubah masyarakat, adalah hukum sebagai sosial control, dan sebagai alat
untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social enginnering, sebagai alat
pengubah masyarakat adalah dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Terlihat
akibat perkembangan Industri dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan
nilai-nilai baru, dengan melakukan “interprestasi”, ditegaskan dengan
temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui bantuan ilmu sosilogi,
maka akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak individu
yang harus dilindungi, dan unsur tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat
dalam mempertahankan kepada apa yang disebut dengan hukum alam. (natural law).
Oleh karena itu,
sekalipun hukum itu mempunyai otonomi tertentu, tetapi hukum juga harus fungsional dan menempatkan
peranan dari keadilan dalam konteks kehidupan hukum secara lebih seksama.
PERANAN
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Secara umum dapat dikemukakan bahwa peranan hukum
dalam pembangunan (termasuk dalam pembangunan ekonomi) nasional Indonesia
sebagai berikut :
·
Hukum sebagai a tool of social engineering
Konsep hukum sebagai a tool of social engineering ini
lahir karena konsep hukum yang diajarkan oleh aliran historis dari Friederich
Karl van Savigny dianggap kurang tepat untuk menggerakkan masyarakat untuk
berubah. Menurut Savigny bahwa hukum merupakan ekspressi dari kesadaran hukum,
dari volksgesit dan dari jiwa rakyat. Hukum pada awalnya lahir dari kebiasaan
dan kesadaran hukum masyarakat. Kemudian dari putusan hakim, tetapi
bagaimanapun juga diciptakan dari dalam yang bekerja secara diam-diam, dan
tidak oleh kemauan legislatif. Konsep hukum historis ini, tepat diberlakukan
pada masyarakat yang masih sederhana, karena pada masyarakat yang sederhana itu
tidak terdapat peranan legislatif dan yang menonjol adalah peranan hukum
kebiasaan. Sedangankan pada masyarakat yang maju konsep hukum historis dianggap
sudah ketinggalan zaman, sebab pada masyarakat yang maju peranan legislatif
dalam membuat sudah merupakan suatu keharusan.
Berhadapan dengan konsep aliran historis ini, maka Roscoe
Pound mengemukakan konsep baru yang disebut ”law is a tool of social
engineering” yang memberikan dasar bagi kemungkinan digunakannya hukum secara
sadar untuk mengadakan perubahan masyarakat[17], atau dengan kata lain hukum
berperan aktif dalam merekayasa perubahan sosial dalam masyarakat. Menurut
Roscoe Pound[18] hukum harus menjadi faktor penggerak kearah perubahan
masyarakat agar lebih baik dari pada sebelumnya. Fungsi hukum pada setiap
masyarakat (kecuali pada masyarakat totaliter) ditentukan dan dibatasi oleh
kebutuhan untuk menyeimbangi antara stabilitas hukum dan kepastian terhadap
perkembangan hukum sebagai alat evolusi sosial. Oleh karena itu, perubahan
dalam kehidupan masyarakat hendaknya direncanakan dengan baik dan terarah,
sehingga tujuan dari perubahan itu dapat tercapai dengan arahan dan
perlindungan dari hukum.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa ada
dua pandangan yang sangat dominan dalam menentukan peran hukum dalam kehidupan
masyarakat pada suatu Negara. Kedua pandangan ini saling tarik menarik antara
keduanya yang masing-masing mempunyai alasan pembenarnya. Kedua pandangan ini
dikenal dengan pandangan tradisional dan pandangan modern.
Ø Pandangan
tradisional.
Pandangan ini menyatakan bahwa masyarakat perlu berubah
dulu, baru hukum datang untuk mengaturnya. Biasanya tehnologi yang lebih dahulu
dalam kehidupan masyarakat, kemudian disusul dengan timbulnya kegiatan ekonomi
dan setelah kedua kegiatan itu berjalan, baru hukum masuk untuk mengesahkan
kondisi yang telah terbentuk itu. Di sini peran hukum hanya sebagai pembenar
apa yang telah terjadi dan fungsi hukum disini adalah sebagai fungsi pengabdian
(dierende fungtie). Hukum berkembang mengikuti kejadian-kejadian yang terjadi
pada suatu tempat dan selalu berada di belakang peristiwa yang terjadi (het
recht hint achter de feiten aan). Meskipun hukum itu datang kemudian, tetapi
hukum yang datang itu selalu dapat menyelesaikan segala persoalan yang terjadi.
Di sini hukum bersifat pasif melaksanakan perannya, dan ia selalu berusaha agar
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat dan diharapkan masyarakat
dapat menyesuaikan diri dengan hukum.
Ø Pandangan
modern
Pandangan modern mengatakan bahwa hukum diusahakan agar
dapat menampung segala perkembangan baru. Oleh karena itu, hukum itu harus
selalu datang bersamaan, kalau perlu hukum harus lebih dahulu datang dari
peristiwa yang terjadi. Di sini hukum tidak hanya berperan sebagai pembenar apa
yang terjadi setelah masyarakat berubah, tetapi hukum harus tampil untuk mereka
sosial agar masyarakat berubah. Di sini hukum berperan aktif sebagai alat
rekayasa sosial (law is a tool of social engineering). Terhadap hukum yang
bersifat netral, hukum berperan untuk menciptakan suatu perbuatan dan tindakan
agar ada kepastian hukum, sedangkan dalam bidang kehidupan pribadi hukum harus
berperan untuk menjadi sarana kontrol dalam kehidupan masyarakat.
La Piere[19] selaku pendukung pandangan tradisional
mengatakan bahwa faktor yang menggerakkan perubahan hukum itu sebenarnya bukan
hukum, melainkan faktor lain seperti kegiatan ekonomi, bertambahnya penduduk,
perubahan nilai dan ideologi, pesatnya perkembangan Iptek dan sebagainya. Dalam
pembangunan masyarakat dilakukan pada suatu tempat, terlihat bahwa jika suatu
saat memang terjadi perubahan masyarakat karena adanya pembangunan yang
dilakukan sesuai yang dikehendakinya, hukum bukan sebagai faktor penggerak dari
perubahan itu, hukum selalu terlihat sebagai akibatnya saja. Demikian juga
kalau terjadi adanya hukum baru, itupun hanya sebagai akibat dari keadaan
masyarakat yang berubah dari keadaan sebelumnya, sehingga kedatangan hukum
hanya sebagai alat pembenar dan mengukuhkan saja. Dalam kegiatan pembangunan,
sebelum hukum muncul dan berperan sebagai alat rekayasa sosial, sebetulnya
telah lebih dahulu bekerja kekuatan-kekuatan lain seperti gerakan sosial,
fungsi-fungsi perubahan phisik dan kependudukan. Setelah kekuatan-kekuatan ini
berjalan pada tingkat perubahan tertentu baru hukum dipanggil untuk berperan
sebagai penyelesaian konflik-konflik yang terjadi.
Menurut Achmad Ali[20] sebenarnya tidak perlu
dipersoalkan tentang bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan perubahan
masyarakat, dan bagaimana hukum menjadi penggerak pembangunan untuk menuju
kearah pembaharuan. Juga tidak perlu ngotot mana yang lebih dahulu, apakah
hukum yang dahulu baru diikuti oleh faktor yang lain, ataukah faktor lain dulu
baru hukum datang untuk menggerakkan perubahan. Yang penting, bagaimanapun
kenyataannya hukum dapat berperan dalam masyarakat yang sedang melakukan
pembangunan guna terwujudnya perubahan, hukum selalu tampil dibelakang dan atau
bersamaan dengan kegiatan ekonomi dan tehnologi. Kenyataannya juga dimanapun
dalam kegiatan pembangunan yang mengarah kepada perubahan, hukum selalu
berperan dalam perubahan tersebut, dan hukum juga berperan dalam menggerakkan
masyarakat untuk menuju kepada kehidupan yang lebih baik.
Erat hubungannya dengan usaha untuk pembaharuan
masyarakat melalui konsep law is a tool social engineering telah mengilhami
pemikiran Mochtar Kusumaatmadja untuk dikembangkan di Indonesia. Mochtar
Kusumaatmadja[21] mengatakan bahwa konsep law is a tool of social
engineering ini di Indonesia sudah dilaksanakan dengan asas ”hukum sebagai
wahana untuk melaksanakan pembaharuan masyarakat” jauh sebelum konsep ini
dirumuskan secara resmi sebagai landasan kebijaksanaan hukum sehinga rumusan
itu merupakan pengalaman masyarakat dan bangsa Indonesia menurut sejarah.
Bahkan lewat budaya bangsa Indonesia, misalnya dirumuskan dengan
pepatah-pepatah yang menggambarkan alam pikiran hukum adat yang telah diakui
dan dapat diterima adanya pembaharuan hukum. Konsep inilah yang sejak tahun
1972 dikenal dengan mazhab UNPAD dan telah dikembangkan melalui GBHN dan
tahapan REPELITA yang berlaku di Indonesia.
Perubahan hukum yang dilaksanakan baik melalui konsep
masyarakat berubah dulu baru hukum datang untuk mengaturnya, maupun yang
dilaksanakan melalui konsep law is a tool of social engineering mempunyai
tujuan untuk membentuk dan memfungsikan sistem hukum Nasional yang bersumber
pada Pancasila dan UUD 1945. Mempergunakan hukum sebagai alat rekayasa sosial
harus memperhatiakn dengan sungguh-sungguh tentang kemajemukan tata hukum yang
berlaku dengan tujuan untuk mewujudkan ketertiban, ketentraman, dan mampu
menjamin adanya kepastian hukum serta dapat mengayomi masyarakat yang
berintikan keadilan dan kebenaran. Agar hal ini dapat terlaksana dengan baik,
maka perlu dilakukan pembinaan secara terus menerus terhadap semua aparatur
hukum, melengkapi sarana dan prasarana, serta menyiapkan aturan hukum yang
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
·
Hukum sebagai a tool of social control.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari
kepetingan dan kebutuhan yang diinginkan, baik secara pribadi maupun secara
kelompok. Di dalam percapaian kepentingan dan kebutuhan tersebut tidak terjadi
konflik, maka diperlukan aturan agar kepentingan dan kebutuhan itu dapat
tercapai dengan baik, tidak saling merugikan dan saling berkompetisi secara
positif sehingga timbul ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan bersama.
Aturan-aturan itu bisa berbentuk kebiasaan yang sudah menjelma secara turun
termurun, bisa juga terwujud sebagai peraturan perundang-undangan yang dibuat
oleh negara. Di sini hukum diperlukan sebagai kontrol sosial dan menjaga
ketertiban dalam kehidupan masyarakat dalam suatu negara.
Antara hukum di satu pihak dan ketertiban di pihak lain
tidak selamanya selaras apabila diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat,
kadang-kadang antara hukum dengan ketertiban terjadi bertentangan. Oleh karena
itu banyak pakar hukum mengatakan bahwa hukum tidak hanya merupakan sarana
untuk mewujudkan ketertiban, melainkan ia bisa merupakan lawan dari ketertiban
itu sendiri. Dalam kaitan ini, Achmad Ali[22] menjelaskan bahwa benturan antara
hukum dan ketertiban terutama terlihat pada tugas polisi yang mendua. Di satu
pihak polisi bertugas untuk memelihara ketertiban, di pihak lain polisipun
bertugas untuk menegakkan hukum. Dengan kata lain, tugas polisi bukan
sekedar menjadi legal order, melainkan juga menjaga ketertiban dan ketentraman
masyarakat. Tugas ganda ini akan menyulitkan polisi apabila harus memilih
alternatif jika harus menghadapi seorang residivis yang kejam dan tidak mau
menyerah. Menghadapi hal ini, polisi diberi wewenang untuk melakukan kekerasan
untuk melumpuhkan residivis tersebut, demi terwujudnya ketertiban dalam
masyarakat. Di sini hukum berburu dengan ketertiban.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, peranan hukum
sebagai alat pengendalian sosial, tidaklah berdiri sendiri dalam masyarakat,
tetapi peranan itu dijalankan bersama-sama dengan pranata-pranata sosial
lainnya yang sama-sama menjalankan fungsi pengendalian sosial. Di sini hukum
bersifat pasif, artinya hukum harus menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan
masyarakat yang ada. Dengan hal tersebut dapat diketahui bahwa hukum bukan
satu-satunya alat pengendalian sosial, hukum hanya salah salah satu alat
kontrol sosial di dalam masyarakat.
Peran hukum sebagai pengendalian sosial merupakan aspek
normatif yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, dapat berbentuk
larangan-larangan, tuntutan-tuntutan, pemidanaan dan bisa juga berupa pemberian
ganti rugi. Titik berat dari peranan hukum disini adalah pada penetapan tingkah
laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan-aturan hukum dan
apa sangsi yang dilakukan oleh hukum apabila terjadi penyimpangan tersebut.
Kontrol sosial menentukan tingkah laku yang bagaimana yang merupakan tingkah
laku yang menyimpang, berat ringan perilaku menyimpang sangat tergantung pada
kontrol sosial itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Achmad Ali[23]
menjelaskan bahwa masing-masing masyarakat berbeda kuantitas sanksinya terhadap
suatu penyimpangan tertentu terhadap hukum. Sebagai contoh, bagi masyarakat
yang menganut secara konsekuen syariat Islam, hukuman bagi penzina adalah
hukuman fisik yang cukup berat yakni dirajam 100 kali lemparan batu, tetapi
pada masyarakat Eropa Barat pada umunya, hukuman bagi penzina (overspel) adalah
jauh ringan jika dibandingkan dengan apa yang berlaku dalam syariat Islam.
Contoh lain adalah, di beberapa negara Eropa ada perkampungan nude di mana
terlihat puluhan orang bertelanjang bulat mondar mandir dengan tertib, tidak
ada kekacauan dan hal itu dianggap suatu hal yang lumrah dan biasa. Jika hal
itu terjadi di Indonesia, perbuatan telanjang bulat mondar mandir kesana kemari
di muka umum diangap perbuatan melanggar hukum.
Agar peranan hukum sebagai alat pengendalian sosial (a
tool of social control) dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan sosialisasi
kepada masyarakat agar mereka tahu bahwa hukum itu sangat penting dalam
mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Setelah
masyarakat tahu bahwa hukum itu merupakan rambu-rambu yang harus ditaati
bersama demi terwujudnya kedamaian dan alat untuk menyelesaikan konflik, maka
diharapkan masyarakat patuh kepada hukum dan menghayati hukum dalam
kehidupannya. Dalam kaitan ini J.S. Roucek[24] mengatakan bahwa hukum sebagai
mekanisme pengendalian sosial (mechanisme of social control) ialah segala
sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang direncanakan dan juga
yang tidak direncanakan dengan tujuan untuk mendidik dan mengajak agar mematuhi
hukum, bukan memaksa masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Di Indonesia, peranan hukum sebagai alat pengendalian
sosial untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat
tidak boleh lepas dari falsafah pancasila yang menghendaki tercapainya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketentuan ini lebih dirinci lagi dalam
pasal 33 dan pasal 27 (2) Undang-Undang Dasar 1945 serta GBHN tahun 1973 di mana
disebutkan bahwa menurut hukum Pancasila, keadilan sosial harus diupayakan
secara terus menerus dan keadilan sosial akan terwujud apabila ada keseimbangan
antara penyelenggaraan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan dengan kebutuhan
perorangan dari keseluruhan kebutuhan masyarakat itu. Dengan perkataan lain,
peranan hukum sebagai pengendalian sosial bukanlah sekedar memelihara
ketertiban, keamanan dan stabilitas masyarakat dalam arti to keep the peace at
all events at any price, tetapi lebih dari itu yakni diarahkan pada cita-cita
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Peran hukum sebagai alat pengendalian sosial melibatkan
negara untuk menjalankannya. Oleh karena itu peranan eksekutif dan legislatif
dalam membuat aturan hukum sangat penting dan dominan sebab negaralah yang
mempunyai kewajiban untuk melindungi seluruh warganya. Di samping itu, peranan
yudikatif untuk menegakkan hukum agar terciptanya ketertiban dan kedamaian
dalam masyarakat juga sangat menentukan, sebab betapa baiknya aturan hukum yang
dibuat itu tanpa ada penegakan hukum yang tegas, ketertiban dan ketentraman
masyarakat tidak akan terwujud. Oleh karenanya hukum tidak dapat berfungsi dan
berperan sebagai pengendalian masyarakat ke arah yang lebih baik dalam
kehidupannya, jika dalam penegakanya (law inforcement) tidak di lakukan dengan
tegas tanpa membeda-bedakan orang. Jadi, terlaksana hukum sebagai alat untuk
pengendalian sosial sangat tergantung pada materi hukum yang dibuat oleh
kekuasaan negara (the ruling class) dan juga oleh pelaksana hukumnya.
·
Hukum sebagai alat kontrol pembangunan.
Pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara merupakan
suatu keharusan dan keniscayaan, sebab dengan pembangunan tersebut
kesejahteraan rakyat dapat dicapai. Biasanya dalam pembangunan itu lebih
dipusatkan pada pembangunan ekonomi, sebab dengan pembangunan ekonomi itu maka
output atau kekayaan suatu masyarakat akan bertambah sebab pembangunan ekonomi
itu akan menambah untuk mengadakan pilihan yang lebih luas. Di samping itu,
pembangunan ekonomi dapat memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar
untuk menguasai alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam
mengadakan suatu tindakan tertentu. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi perlu
dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak dan dengan pembangunan ekonomi
manusia akan dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 menjelaskan bahwa
pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan
yang meliputi aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan
tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD
1945. rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang
berlangsung tanpa henti, dengan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat
dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks
memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang,
pembangunan yang sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk
melakukan penataan kembali berbagai langkah, antara lain di bidang pengelolaan
sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya
sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketinggalan dan mempunyai posisi yang
sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia Internasional.
Oleh karena pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan
di Indonesia mencakup jangkuan yang sangat luas, maka diperlukan hukum untuk
memayungi seluruh kegiatan pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan itu.
Agar pembangunan dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan, maka peranan
hukum sebagai alat pembangunan tersebut sangat diperlukan, baik pada tahap
perencanaan, pelaksanaan maupun ketika dilakukan pengendalian dan pengawasan
pembangunan tersebut. Menurut Sunaryati Hartono[25] dalam masyarakat yang belum
atau tidak mempunyai rencana pembangunan, seperti dalam masyarakat tradisional
atau dalam masyarakat modern yang liberal, peranan hukum terjadi sesudah
terbentuknya kebiasaan hukum, sedangkan dalam masyarakat yang membangun dengan
cara berencana, maka pembentukan hukum dan peranan hukum justru harus
mendahului pelaksanaan pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini penting
untuk menjaga agar pembangunan tersebut tidak menimbulkan ketidakadilan di
dalam masyarakat. Meskipun dampak pembangunan itu akan mengalami perubahan yang
terus menerus, tetapi keadilan masyarakat tetap harus diwujudkan, sebab inilah
sebagai inti dari arti hukum sebagai pengawal pembangunan.
Peranan hukum dalam negara yang memprioritaskan
pembangunan dalam bidang pertanian, berbeda dengan peranan hukum pada
masyarakat yang mengandalkan pada pembanguan dalam bidang industri. Pada
masyarakat yang agraris, kaedah-kaedah hukum tidak banyak diperlukan, sedangkan
pada masyarakat industiralis kaedah hukum lebih banyak diperlukan. Menurut W.
Arthur Lewis sebagaimana yang dikutip oleh Sunaryati Hartono[26]. Di sawah petani
adalah majikannya sendiri, mengambil sendiri berbagai keputusan seperti pada
saat menanam padi, bibit yang dipergunakan, cara dan waktu pengairan,
penggunaan pupuk, saat menuai, banyaknya padi yang dijual dan dikonsumsi
sendiri dan sebagainya. Di dalam pabrik, orang bekerja di bawah pengawasan
orang lain, harus mengerjakan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan
kepadanya. Ia tidak boleh menyimpang dari petunjuk-petunjuk yang telah
diberikan kepadanya, bahkan juga tidak boleh terlambat mengerjakanya, karena
hal itu akan mempengaruhi seluruh proses produksi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa dalam suatu pabrik terdapat organisasi yang jauh lebih rumit dari pada
usaha pertanian. Demikian juga suatu masyarakat industri jauh lebih komplek
dari masyarakat pertanian. Pada masyarakat industri, kecermatan dan ketelitian,
ketepatan waktu dan kordinasi antar bagian yang satu dengan yang lain merupakan
keharusan yang dilaksanakan, jika tidak dilaksanakan maka seluruh sistem akan mengalami
keterlambatan dan kekacauan. Oleh karena itu maka dalam masyarakat industri
diperlukan berbagai aturan hukum yang mengatur segala tindak tanduk manusia
sampai mendetail. Hal ini penting sebab dengan rambu-rambu hukum maka
ketentraman hidup masyarakat dan ketidak-adilan dalam masyarakat dapat
dihilangkan, konflik, konflik juga dapat dihindari, pembangunan yang sedang
dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Hukum-hukum apa saja yang diperlukan untuk berperan dalam
pembangunan dalam rangka menuju kepada kegiatan industrialisasi dapat dilihat
dalam skema sebagai berikut :
Melihat kepada skema
tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa peranan hukum sebagai alat kontrol
pembangunan sangat dominan, baik ketika masa persiapan, waktu kegiatan produksi
dan ketika masa distribusi hasil-hasil pembangunan kepada pihak-pihak yang
memerlukan. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi
tidak boleh lepas dari berbagai hukum, baik kegiatan itu dilakukan oleh badan
usaha maupun sebagai perorangan dalam berbagai skala dan berbagai bentuk
kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud bisa dalam bentuk produksi (barang
dan jasa), perdagangan dan dalam bentuk perantara baik lokal, nasional dan
Internasional. Kegiatan-kegiatan ini mengacu pada dua orientasi hukum
berdasarkan dua kegiatan yaitu secara makro dan secara mikro. Oleh sebab itu,
kegiatan ekonomi selalu mengacu kepada dua konsep hukum secara simultan yaitu
pada hukum publik dan hukum privat/perdata hukum dagang.
·
Hukum sebagai sarana penegak keadilan.
Pembicaraan tentang keadilan tidak pernah berhenti sejak
zaman dahulu hingga saat ini, sebab masalah keadilan merupakan hal yang sangat
essensial dalam kehidupan manusia. Keadilan terus dibicarakan dan diperjuangkan
oleh setiap individu dan masyarakat untuk memperolehnya agar kehidupannya dapat
berjalan dengan baik, aman dan sentosa. Keadilan adalah kebijakan tertinggi dan
selalu ada dalam segala manifestasinya yang beraneka ragam. Keadilan juga
merupakan salah satu tujuan setiap agama yang ada di dunia ini, termasuk agama
Islam yang menempatkan keadilan di tempat yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.
Pengertian keadilan dalam Ensiklopedia Hukum Islam[27]
disebutkan bahwa secara etimologi arti ”adil” (al-’adl) berarti tidak berat
sebelah, tidak menikah atau menyamakan sesuatu dengan yang lain (al-musawah).
Istilah lain dari al-’adl adalah alqist, al-mist yang berarti sama dengan
bagian atau semisalnya. Sedangkan pengertian adil secara terminologi adalah
mempersamakan sesuatu pada tempatnya (wad asy-syaifi maqamih). Menurut Ibnu
Qudamah[28] yang dimaksud dengan keadilan adalah sesuatu yang
tersembuyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah SWT. Berlaku adil
itu sangat terkait dengan hak dan kewajiban.Hak yang dimiliki oleh seseorang
merupakan hak azasi yang wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban
terkait pula dengan amanah dan amanah itu wajib pula diberikan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, hukum harus ditegakkan
secara adil tanpa dibarengi dengan rasa kebencian dan sifat-sifat negatif
lainnya.
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling
banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafah hukum. Demikian
pentingnya keadilan ini, sehingga setiap orang mempelajari filsafat hukum,
selalu timbul pertanyaan ”keadilan itu apa sesungguhnya?” Terhadap pertanyaan
ini filosof Ulpianus[29] pernah memberi jawaban dengan mengatakan bahwa
keadilan itu adalah kehendak yang ajeg (tetap) dan tetap meberikan kepada
masing-masing bagiannya (Justitia est constans et perpetua voluntas ius suum
euique tribuendi). Arti keadilan yang dikemukakan oleh filosof Ulpianus ini
diambil alih oleh Kitab Hukum Justianus yang diberlakukan oleh beberapa negara
Eropa pada waktu itu. Aristotiles[30] juga telah menulis panjang lebar tentang
keadilan ini. Ia mengatakan bahwa keadilan itu adalah kebijakan yang berkaitan
dengan hubungan antar manusia. Adil itu dapat diartikan menurut hukum dapat
pula diartikan apa yang sebanding yaitu yang semestinya. Orang dikatakan tidak
adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya ia peroleh.
Keadilan akan lahir dari sistem hukum yang mapan. Apabila
terjadi konflik sistem hukum dalam suatu negara, perkembangan hukum menjadi
terhambat dan merasa tidak puasnya masyarakat terhadap hukum. Oleh karena itu,
untuk membangun sistem hukum yang mendapat legitimasi oleh masyarakat, konflik
sistem hukum harus segera dihilangkan. Menurut Tasrif ada empat syarat minimal
agar keadilan mendapat tempat yang sewajarnya dalam suatu sistem hukum yaitu
pertama : yang adil itu adalah sekaligus tengah-tengah dan kesebandingan, kedua
: dalam sifatnya sebagai tengah-tengah, dia harus mempunyai dua ujung dan
diantara dua ujung itu keadilan berada, ketiga : dalam sifatnya sebagai yang
sebanding, kesebandingan itu harus dinyatakan dalam dua bagian yang sebanding
dari apa yang dibagi, keempat : dalam sifatnya sebagai yang adil, harus ada
orang-orang tertentu untuk siapa hal itu adil. Melihat kepada empat hal
tersebut, pengertian adil menurut Tasrif adalah kebajikan yang sempurna, yaitu
orang yang memiliki keadilan itu harus mampu menerapkanya terhadap pihak lain
(orang lain), bukan hanya dalam hal yang menyangkut dirinya sendiri.
Tentang hukum dan keadilan, Cicero dalam De Legibus
seagaimana yang dikutip oleh M. Shodiq Dahlan[31] menjelaskan bahwa tidak ada
satu hal yang lebih penting untuk dipahami bahwa manusia itu dilahirkan
bagi keadilan dan keadilan itu tidak dilakukan berdasarkan pendapat manusia,
tetapi dilakukan oleh alam itu sendiri. Adil menurut hukum diartikan sebagai
apa yang secara tegas diharuskan oleh pembentuk undang-undang. Undang-undang
itu sendiri dibuat dengan tujuan kebaikan, keamana, perdamaian dan terwujudnya
keadilan bagi seluruh masyarakat. Dengan hal ini, demi tercapainya apa yang
diharapkan, maka para pembuat undang-undang harus merumuskan substansi dari
undang-undang tersebut sesuai dengan standar moral dan kebahagian umum sehingga
rakyat bersedia menerima dan mentaatinya yang didalamnya tercakup seluruh
hakekat dan daya keadilan.
Meskipun peraturan perundangan yang dibuat itu berisi
nilai-nilai keadila yang tinggi, tetapi peraturan perundang-undangan itu tidak
ada artinya, kalau penegakan hukum atas aturan yang dibuat itu tidak
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Ketidakadilan dalam
melaksanakan aturan hukum itu, menyebabkan rakyat tidak akan mematuhi aturan
hukum itu. Hukum yang baik adalah hukum yang sarat dengan nilai-nilai keadilan
dan pelaksanaannya harus dilakukan dengan cara adil tanpa membeda-bedakan satu
dengan yang lain, semua orang harus diperlakukan sama di muka hukum.
Indonesia adalah negara hukum. Penegasan ini terdapat
dalam teks Undang-Undang Dasar 1945. dalam penjelasannya secara eksplisit disebutkan
bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Padapenjelasan berikutnya
ditegaskan bahwa pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolut atau kekuasaan yang tidak terbatas. Dengan demikian
tidak diragukan lagi bahwa hukum dalam negara Indonesia mempunyai kedudukan
yang tertinggi (supreme), sehingga kekuasaan, siapapun yang memegangnya harus
tunduk pada hukum.
Negara hukum yang tersebut dalam Undang-Undang Dasar 1945
tersebut adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi
warga negaranya. Keadilan dan hukum merupakan satu kesatuan (integral), juga
integritas dengan negara. Keadilan dan hukum inilah yang menjadi dasar bagi
negara untuk merealisir tujuannya. Menurut Attamimi[32] yang dimaksud dengan
negara hukum adalah negara yang bertujuan selain melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan menciptakan ketentraman dan ketertiban,
juga berfungsi memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan mewujudkan kemakmuran yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebahagian para ahli hukum berpendapat bahwa hukum yang
bagus adalah hukum yang dapat memenuhi rasa keadilan yang selalu berkembang
mengikuti nilai keadilan manusia. Kesadaran hukum masyarakat akan timbul bila
ada kesesuaian antara keadilan yang hidup di dalam masyarakat dengan
keadilan yang ingin dicapai oleh hukum yang sedang berlaku. Oleh karena itu,
kepastian hukum hendaknya harus selalu ditegakkan, karena di dalam kepastian
hukum itu terkandung nilai keadilan hukum. Antara kepastian dan keadilan
merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mengisi.
Dari pernyataan ini akan timbul dan tercipta hukum positif yang dapat mengayomi
kehidupan masyarakat dan secara tidak langsung aka tercipta hukum yang
berdimensi keadilan dan kebenaran.
Hukum dan keadilan merupakan dua sisi yang tidak boleh
dipisahkan karena kedua hal ini saling berkaitan. Apabila hukum dilaksanakan
dengan baik, maka keadilan akan terwujud. Apabila keadilan dapat bersatu, maka
akan terwujud ketertiban dan kedamaian serta kebahagiaan dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu harus berperan aktif dalam mewujudkan keadilan dan
hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu dan pilih kasih. Dalam kaitan ini
diperlukan sikap keteladanan dari penguasa dalam berbuat dan bertindak,
sehingga dengan kesadarannya sendiri masyarakat melalui keteladanan itu patuh
kepada hukum. Masyarakat akan tunduk kepada hukum karena merasa kepentingan
terlindungi dan mereka taat kepada hukum karena hukum diangap dapat mendidik
dan membimbing organ yang lebih baik dalam mengayomi masyarakat dan bersikap
adil dalam segala tindakan.
·
Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Pembangunan di berbagai sektor yang sedang dilakukan di
Indonesia mengakibatkan berbagai konsekwensi, salah satu diantaranya adalah di
bidang hukum. Berkaitan dengan itu, peranan hukum dalam pembangunan dimaksudkan
agar pembangunan tersebut berlangsung secara tertib dan teratur, sehingga
tujuan pembangunan tersebut dapat tercapai sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Hal ini berarti bahwa diperlukan seperangkat atau produk-produk
hukum yang mampu menunjang pembangunan.
Menurut Otje Salman[33], berbicara mengenai perananan
hukum dalam pembangunan, hal ini berarti hukum di satu segi harus mampu
menciptakan pola perilaku masyarakat sehingga mampu mendukung keberhasilan
pembangunan yang sedang dilaksanakan, juga harus mampu memelihara dan menjaga
pembangunan yang telah dilaksanakan. Di samping itu, pembentukan hukum harus
pula memperhatikan kesadaran hukum masyarakat agar hukum yang dibentuk itu
dapat berlaku aktif. Kesadaran hukum seringkali diasumsikan, bahwa ketaatan
hukum sangat erat dengan hubungannya dengan kesadaran hukum. Dengan perkataan
lain, kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu
benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat. Untuk menggambarkan
keterkaitan antara kesadaran hukum dengan ketaatan hukum terdapat suatu
hipotesis, yaitu kesadaran hukum yang tinggi menimbulkan ketaatan terhadap
hukum, sedangkan kesadaran hukum yang lemah mengakibatkan timbulnya
ketidaktaatan terhadap hukum.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, para ahli hukum
sepakat bahwa hukum itu harus dinamis agar ia selalu dapat dipergunakan, tidak
terikat dengan waktu dan tempat. Hukum harus dapat dipergunakan sebagai penjaga
ketertiban dan ketentraman dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan masyarakat.
Hukum harus dapat dijadikan pembaru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang harus dibentuk dengan berorientasi kepada masa depan (for word looking),
tidak boleh hukum dibangun dengan berorientasi kepada masa lampau saja (back
word looking). Oleh karena itu, hukum harus dapat dijadikan pendorong dan
pelopor untuk mengubah kehidupan masyarakat kepada yang lebih baik dan
bermanfaat untuk seluruh warga negara Indonesia. Untuk itu hukum harus mendapat
prioritas utama dalam pembinaan hukum nasional adalah membentuk sistem hukum
nasional yang kokoh dan menjadikan hukum berperan dalam pembangunan yang sedang
dilaksanakan. Hal ini penting karena hukum itu termasuk sasaran yang akan
dibangun secara terus menerus dan sebaliknya pembangunan itu merupakan kerja
raksasa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat yang memerlukan hukum
sebagai alat pemagar pembangunan itu.
Agar hukum dapat berperan secara efektif dalam rangka
Pendidikan masyarakat, maka sangat penting hukum-hukum yang akan diberlakukan
disosialisasikan dulu kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar
masyarakat siap menerima hukum itu untuk dilaksanakannya. Dengan demikian
masyarakat mentaati hukum bukan karena paksaan, karena mereka mengerti tentang
hukum dan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
Dengan sosialisasi ini diharapkan akan terjadi internasionalisasi hukum kedalam
kehidupan masyarakat yang diartikan bahwa kaidah-kaidah hukum tersebut
telah meresap dalam diri masyarakat. Apabila masyarakat sudah tahu bahwa hukum
yang akan dilaksanakan itu akan membawa ketentraman dan ketertiban, maka dengan
kesadaran sendiri masyarakat akan taat kepada hukum yang akan diberlakukan itu.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dapat diketahui
bahwa pendidikan hukum kepada masyarakat sangat penting untuk dilaksanakan. Dalam
kaitan ini Otje Salman[34] menjelaskan bahwa ada empat indikator untuk
menjadikan hukum sebagai sarana untuk mendidik masyarakat agar mereka memilki
kesadaran terhadap hukum yaitu, pertama : pengetahuan hukum yakni pengetahuan
seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum, kedua :
pemahaman hukum, tentang ini erat kaitanya asumsi bahwa masyarakat dianggap
mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan itu telah diundangkan,
kenyataanya asumsi ini tidak benar. Pemahaman hukum adalah suatu pengertian
terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu dan
manfaatnya dalam kehidupan masyarakat, ketiga : sikap hukum, yakni suatu
kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum
sebagai suatu yang bermanfaat jika hukum ditaati, keempat : perilaku hukum
merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, disini dapat dilihat apakah suatu
peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat.
Apabila keempat indikator tersebut terpenuhi, maka
derajat kesadaran hukumnya tinggi, demikian juga sebaliknya. Tingginya
kesadaran hukum masyarakat terhadap suatu aturan hukum mengakibatkan warga
masyarakat mentaati aturan-aturan hukum yang diberlakukan itu, begitu pula
sebaliknya, apabila derajat kesadaran hukum rendah, maka derajat ketaatan
terhadap hukum juga rendah. Oleh karena itu, sangat perlu diadakan pendidikan
hukum masyarakat sebelum hukum diberlakukan kepada masyarakat, hal ini sangat
diperlukan agar hukum dapat bekerja secara efektif sebagaimana yang diharapkan
dalam rangka pembangunan nasional.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang terdiri dari perintah dan larangan yang
bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai sanksi bagi pelanggarnya yang
bertujuan untuk mengatur ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk
mencapai ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat dibutuhkan sikap
masyarakat yang sadar hokum. Selain masyarakat pemerintahpun juga harus sadar
hokum. Maka tercapailah ketentraman dan ketertiban itu. Untuk mengantisipasi
berbagai pelanggaran hokum yang terjadi maka di Indonesia telah ada berbagai
macam Pengadilan. Dari yang mengadili masyarakat sampai dengan pemerintah dan
para pejaba
Yang
dimaksud Peradilan Agama adalah pengadilan agama Islam. Pengadilan Agama
terdapat di setiap ibu kota Kabupaten. Pengadilan TInggi Agama berkedudukan di
setiap ibu kota Propinsi. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan,
Hakim, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita. Sedangkan susunan
PENGADILAN Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan
Sekretaris. Tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam
Peradilan
Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara. Sengketa tata usaha
negara adalah sengketa yang timbul dalam tata usaha negara antara orang /badan
hukum perdata dengan badan / pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun
daerah. Dan yang dimaksud dengan tata usaha
Negara
adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah.Pengadilan tata usaha Negara
merupakan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi tata usaha negara
merupakan pengadilan tingkat banding.
B. Saran-Saran.
Penulis
berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk dapat menambah
pengetahuan dalam hal ini system hokum dan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
Dan
juga penulis mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran yang bersifat
membangun guna penyesunan makalah berikutnya yang lebih sempurnah lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Septina Damayanti,
SPd. dan Siti Nurjanah, SPd. Kreatif, Jawa Tengah Viva
Pakarindo
Abdulkarim Aim,
Pendidikan Kewarganegaraan untuk kelas X SMA, Bandung : Grafindo
Media Pratama, 2006
http://www.sanancity.co.cc/2010/06/tugas-pkn-sistem-hukum-dan-peradilan.html
8
Izin copas ya boss hehe
ReplyDelete