Essai ideologi
persma.
Pasca kemerdekaan, kampus sebagai
miniatur Negara yang di dalamnya juga terdapat lembaga dengan fungsi Eksekutif,
Legislatif maupun Yudikatif menempatkan Pers Mahasiswa sebagai sesuatu yang
sentral. Tak hanya sekedar melakukan tugas liputan kehidupan kampus, Pers
Mahasiswa juga menjadi stabilisator mutu mahasiswa yang hingga saat ini masih
bergelar sebagai agent of change serta guidance of value. Koran dan Majalah
kampus dapat disebut sebagai bukti nyata atas keunggulan intelektualitas.
Kapasitas tersebut tercermin lewat berbagai tulisan kritik dan produktivitas
pemikiran mahasiswa, kaum yang maha karena memperoleh ilmu hingga bangku
pendidikan tinggi .
Secara rasional, di era
industrialisasi yang mengagungkan kapitalisme dan neoliberalisme, Pers
Mahasiswa seharusnya tetap menjaga dualisme perannya. Peran tersebut yakni
inward function berupa kontrol kehidupan internal kampus serta outward function
sebagai watchdog Pemerintah. Faktanya, perkembangan dinamika kampus terus
menguji idealisme insan Pers Mahasiswa. Pers kampus yang tak lain hanyalah
seorang mahasiswa yang berkeinginan untuk mengembangkan bakat, potensi dan
mencari pengalaman ini sering kali menjumpai kendala di lapangan. Seperti
halnya ketika pers kampus ingin menyoroti kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak
kampus misalnya terkait anggaran kemahasiswaan, uang pembangunan dan lain-lain
sangat sulit untuk dipecahkan. Hal demikian seringkali terjadi sebab seorang
pers kampus masih masuk kedalam naungan universitas yang terbentur oleh hak
seorang mahasiswa dan hak seorang pejabat tinggi di kampus. Kendala-kendala
yang seringkali dihadapi seorang pers kampus adalah ketika ingin mewawancari
narasumber yang narasumber tersebut adalah salah seorang pegawai rektorat,
besar kemungkinan bahwa pers kampus tidak diberikan akses untuk masuk dan
melakukan wawancara atau kemungkinan lain adalah dilempar untuk bertemu
orang-orang yang tidak memiliki informasi yang dituju dan diinginkan. Sebagian
pers kampus yang berhasil mewawancarai pejabat tinggi kampus sekelas wakil
rektor akan menjadi sebuah catatan untuk pihak rektorat dan tidak jarang dari
mereka akan melakukan penekanan-penekanan untuk tidak memberitakan hal-hal yang
tidak sejalan dengan kemauan pihak kampus itu sendiri. Pada sisi lain,
tekanan-tekanan yang dihadapi oleh pers kampus dan naungannya adalah ketika
dana tidak dapat turun dari pihak rektorat yang berfungsi untuk kelanjutan
kinerja dari lembaga yang menaungi pers kampus akibat pemberitaan yang dianggap
menjadi provokasi untuk kalangan mahasiswa. Sebagai seorang pers kampus,
kondisi ini tentu cukup mengganggu kinerja dan tingkat produktivitas
lembaganya. Maka tak jarang banyak ditemui, untuk melanjutkan taring sebagai
seorang pers kampus maka banyak lembaga yang mencari pengiklan untuk medianya
yang untuk timbale baliknya lembaga tersebut dapat memperoleh profit yang bisa
menjadi penentu kelancaran kegiatan menyampaikna berita. Sebagai seorang pers
kampus yang pada hakikatnya tidak mendapatkan upah sepeserpun dalam melakukan
mencari informasi adalah menjadi sebuah kendala untuk beberapa orang yang tidak
bisa bertahan. Seleksi alam juga menentukan seberapa kuat dan profesionalnya
seorang pers kampus yang bekera Cuma-Cuma untuk sebuah kerja sosial yang mulia.
Menyikapi urgensi permasalahan diatas dengan Bertolak dari sambutan Bagir Manan, Ketua Dewan Pers Nasional di hari Pers Nasional Februari lalu, paling tidak ada tiga dasar yang perlu dilaksanakan.
“Pertama, bertalian dengan fungsi
alamiah pers. Dalam beberapa ungkapan dikatakan, pers merdeka merupakan hakikat
atau natur dari pers itu sendiri. Untuk menjalankan fungsi pers seperti fungsi
informasi sangat memerlukan kemerdekaan atau kebebasan. Sehingga, di tengah
gejolak politik praktis yang melanda kampus, insan Pers Mahasiswa tidak boleh
terpengaruh pihak manapun. Pers Mahasiswa harus tetap memegang teguh warna
tinta identitas yang diusung. Hanya dengan kemerdekaan, informasi yang
disampaikan kepada publik layak dipercaya dan akurat.”
“ Kedua,bertalian dengan fungsi
sebagai instrumen untuk mewujudkan hak asasi manusia. Salah satu peran Pers
mahasiswa, yakni mewadahi hak setiap warga kampus untuk bebas berkomunikasi,
bebas menyatakan pikiran dan pendapat, hak atas kebebasan menyampaikan keluhan,
sangat memerlukan Pers yang merdeka. Oleh karena itu, kebebasan bertukar
pendapat antara insan pers dan warga kampus akan akan meningkatkan mutu
kebenaran serta mendorong perubahan dan kemajuan. Atas hal ini, Lembaga Pers
Mahasiswa sangat tidak disarankan untuk bersikap ekslusif seperti kebanyakan
lembaga lainnya. Lembaga Pers baiknya mengadakan kegiatan diskusi publik atas
suatu isu secara terpadu dan berkelanjutan. Selain itu, sebaiknya Lembaga Pers
juga mengadakan suatu panggung bedah tulisan. Dalam acara tersebut, insan Pers
dapat berkomunikasi secara terbuka dengan warga kampus mengapa mereka mengambil
perspektif seperti yang telah dipaparkan. Respons warga kampus selanjutnya
tanpa disadari dapat membangun kapabilitas internal. Hal tambahan yakni Pers
dapat lebih mengenal jati diri warga kampus sehingga dapat memetakan harus
seperti apa nafas tulisan mereka ke depan.”
“ Ketiga, pers sebagai sarana
demokrasi. Acapkali kita mendengar ungkapan tanpa tanggung jawab tidak ada
demokrasi. Sehingga Pers mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan
miniatur demokrasi dalam kampus yang sehat, lewat liputan-liputan yang objektif
dan berimbang. Lebih dari itu, Pers Mahasiswa juga bertanggung jawab dalam
memonitor isu-isu ke-Indonesiaan untuk selanjutnya mengedukasi warga kampus.
Misalnya, dewasa ini kita kerapkali disuguhi berita media televisi yang kurang
berimbang dikarenakan kepentingan bisnis dan politik semata. Maka, menjadi
tugas Pers Mahasiswa untuk meluruskan fenomena tersebut dengan menjadi garis
tengah. Sebagai insan intelektual insan pers harus menunjukkan sikap ilmiah
atas suatu isu. Ingat, Pers Mahasiswa adalah Pers yang paling independen karena
tidak memiliki tendensi apapun selain pembelaan terhadap kemewahan bernama
idealisme.
Kondisi Indonesia memang sudah banyak mengalami perubahan sejak sebelum merdeka hingga saat ini. Hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi sikap kritis pers mahasiswa terhadap berbagai persoalan yang ada sekarang. Terlebih lagi dengan kondisi kebebasan pers yang sudah terjamin. Pers umum pun kian tumbuh pesat sehingga melahirkan suatu pertanyaan masihkah pers mahasiswa dibutuhkan? Sebanyak apapun pertumbuhan pers di Indonesia, pers mahasiswa tetap menjadi warna lain yang menjadi bagian dari pers Indonesia itu sendiri. Pers mahasiswa tetap konsisten dengan prinsipnya yaitu jurnalisme kerakyatan. Di tengah hiruk pikuk perkembangan pers yang berorientasi pada keuntungan pada sektor ekonomi, pers mahasiswa masih tetap pada bentuknya sediakala yaitu nirlaba atau tidak berorientasi pada keuntungan. Pers mahasiswa masih menjunjung tinggi jurnalisme kerakyatan yang menyajikan informasi tanpa dalih untuk mendapatkan keuntungan. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara pers secara umum dengan pers mahasiswa. Tidak adanya kepentingan ekonomi di balik pers mahasiswa disinyalir mampu mempertahankan prinsip independen yang dipegang teguh oleh pers mahasiswa
Akhirnya, mengingatkan bagian
paling dasar dari kerja insan Pers yakni menjunjung tinggi kode etik pers,
tidak hanya demi kepentingan sumber berita, melainkan sebagai suatu kesatuan
dalam menjaga dan melindungi kemerdekaan Pers. Semoga nilai nilai idealisme Lembaga Pers Mahasiswa dapat turut
mengawal terbinanya insan middle class pencipta dan pengabdi yang bertanggung
jawab terhadap terbentuknya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sesuai
amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Muhammadryas(5/06/2017)
No comments:
Post a Comment