EKSISTENSI SIRI’ NA
PESSE DALAM PERANG
ANTARA BONE DENGAN GOWA.
Semenjak
terjadinya pertumpahan darah yang begitu lama Gowa,sampai sekarang cerita
tentang peristiwa – peristiwa yang terjadi saat itu 1666 masih terngiang sampai
sekarang. Hal ini dilatar belakangi karena adanya dualisme pendapat tentang
kepastian kebenaran dari kedua belah pihak.menurut buku “membaca Manusia
Bugis-Makassar” perang antar suku ini dilatarbelakangi oleh ketidakterimaan
oleh pihak yang merasa telah lama berada dibawah kekuasaan Gowa yang begitu
menyesatkan .Arung Palakka muncul dengan berbagai persepsi akan keperkasaannya
memberantas perbudakan yang dilakukan oleh Kerajaan Gowa terhadap bangsa bugis.
Dalam hal inilah yang dimaksud dengan perang atas dasar “siri’ na pesse”.
Sosok Arung
Palakka digambarkan sekilas saja dalam setiap teks sejarah versi pemerintah
Indonesia. Versi demikian juga terang-terangan menyematkan gelar pengkhianat
bangsa, akibat peran antagonis yang -sengaja- dilakoninya saat VOC berseteru
dengan Kerajaan Gowa (Perang Makassar, 1666 – 1669). Sekitar empat abad lalu,
Arung Palakka, Gowa, VOC, berperang demi kepentingan bangsanya masing-masing.
Masa dimana Indonesia bahkan sebagai sebuah kata, belum pula lahir. Fakta
sejarah ini terang benderang menolak keikutsertaan pemerintah Indonesia -di
kemudian hari- untuk memberi tafsir, sebab menurut diktum sejarahwan JC Van
Leur ; masa lalu tidak ditulis untuk dinilai dengan nilai masa kini.
Sering kali peringatan hari
kemerdekaan oleh satu negara-bangsa, lebih menyerupai pesta perayaan atas
kegetiran masa penjajahan. Mengorek luka-luka silam dipandang ampuh menjaga
tetap awetnya kerekatan sebuah negara-bangsa merdeka. Dalam konteks Indonesia,
dirgahayu kemerdekaan juga menjadi momentum pemerintah untuk mereproduksi
–sekali lagi– perasaan senasib-sependeritaan satu bangsa yang dulu pernah
dijajah oleh; Belanda. Dengan kata lain, citra Belanda sebagai musuh bersama
cenderung lebih signifikan peranannya dibanding makna kemerdekaan itu sendiri
dalam menjaga kelestarian imaji keIndonesiaan di sanubari seluruh warga negara.
Pada Perang Makassar, Kerajaan Bone
di bawah pimpinan Arung Palakka bersekutu dengan Belanda untuk melawan Kerajaan
Gowa. Pilihan yang sangat rasional mengingat Kerajaan Bone (Bangsa Bugis) saat
itu tengah berada dalam cengkeraman penjajahan Kerajaan Gowa. Arung Palakka
dalam kedudukannya sebagai pemimpin, pewaris tahta Kerajaan Bone – dari
Kakeknya Raja Bone Ke- XI yang pertama memeluk Islam, La Tenri Ruwa Sultan
Adam-. tak punya pilihan selain menempuh segala upaya guna merebut kembali
kemerdekaan bangsanya (No nation is good enough to govern another
nation),Termasuk upayanya mencari sekutu.
Di umur 11 tahun Arung Palakka
menyaksikan sendiri Kerajaan Bone harus menanggung kekalahan dalam Beta Passempe’
(kekalahan di Passempe’) melawan kerajaan Gowa. Seluruh keluarga kerajaan
termasuk dirinya (pewaris tahta kerajaan) diseret sebagai tahanan ke Ibukota
kerajaan Gowa. Di usia 30-an tahun dia menyaksikan sepuluh ribu lebih rakyat
Bone dijadikan penggali parit benteng pertahanan kerajan Gowa yang tengah
bersiap memerangi Belanda. Siang malam, tanpa cukup makanan dan obat-obatan,
rakyatnya bekerja dibawa dera cambuk penjaga yang kejam. Bahkan ayahnya, La
Pottobune Datu Lompulle yang tidak tahan melihat kekejian itu, lalu mengamuk
dan menewaskan beberapa prajurit Gowa, akhirnya dibunuh dengan cara dipukul
memakai alu -karena besi enggan melukai tubuhnya-.
Derita sebagai bangsa terjajah
membulatkan tekad Arung Palakka untuk bangkit melakukan perlawanan. Dengan
talenta kepemimpinannya, ia mengorganisir 10.000 rakyatnya berhasil melarikan
diri kembali ke negeri Bone. Sempat terjadi peperangan dua kali dalam pelarian
itu. Namun balatentara Kerajaan Gowa yang besar & terlatih bukan tandingan
rakyat Bone. Kondisi itu memaksa Arung Palakka mengambil keputusan berlayar
menuju negeri Batavia. Di sana, dia mendengar para pedagang bangsa Belanda yang
tergabung dalam Verenigde oos-indische Compagnie (VOC) -perusahan Hindia Timur
Belanda yang didirikan tahun 1602- sedang mempersiapkan perang besar melawan
Kerajaan Gowa demi memperebutkan jalur perdagangan rempah-rempah lansung dari
sumbernya (Maluku). Menurut Arung Palakka, musuh lawanku adalah temanku.
Belanda dan kerajaann Gowa akan berperang demi rempah-rempah. Arung Palakka
demi kemerdekaan bangsanya.
Taktik Arung Palakka analog dengan
taktik Raden Wijaya yang memanfaatkan jasa tentara Mongol untuk mengalahkan
musuhnya, raja Daha (Jayakatwang) di tahun 1293, guna merebut kembali tahta
Singhosari. Demikian pula Arung Palakka ‘memperalat’ Belanda. Bersama Cornelis
Janszoon Speelman, laksamana VOC, mereka berhasil menundukkan benteng Somba Opu
dan memaksa Raja Gowa ke – XV, I Mallombassi Muhammad Bakir Daeng Mattawang
Karaeng Bonto Manngappe bergelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana
menandatangani perjanjian Bungaya. Belanda berhasil menguasai jalur perdagangan
rempah-rempah. Arung Palakka berhasil memerdekakan Kerajaan Bone (bangsa Bugis)
dari penjajahn Gowa.
Bagiorang bugis hidup ini adalah
harga diri dituntut untuk mengambil langkah menebus diri dengan
menyingkirkan penyebab siri' yang merusak keseimbangannya sebagai manusia,
karena itu ia wajib menyingkirkan penyebab siri' di matanya sendiri dan
di mata masyarakatnya. Masyarakat mengharapkan seseorang yang telah
dibuat siri' (masiri') mengambil tindakan karena dirasakan lebih baik mati
mempertahankan harga diri (imate ri siri’na) dari pada hidup tanpa harga diri (mate
siri’).Mati mempertahankan siri’ adalah mate rigollai mate ri santangi atau
menjalani kematian yang manis.
Ketika
seseorang telah melangkah mengambil tindakan
untuk mempertahankan merebut nhargadiribagi siri’maka proses awal
menyejarah dan seseorang telah dimulai, Bugis inilah yang sangat penting
Jika Teuku Umar yang aru dalam Perang Aceh adalah menjadi sangat penting karena
i berhasil menjangkau tujuan akhir perjalanan sejarah dal pandangan
masyarakatnya, dalam pandangan filsafat sejarah Aceh, Sahid.
Maka Arung Palakka yang larut dalam Perang Makassar menjadi pula sangat peoting
karena ia telah mengawali keterlibatannya dalam sejarah, melalui pintu
yang paling hakik menurut filsafat sejarah Bugis. Hal ini sangat penting
karena sin adalah awal segala-galanya dan pemulihan dan penjagaan din adalah
pula akhir dari perjalanan sejarah. Karena menjaga sin adalah hakikat
dari sebuah kewiraan. Beberapa saat setelah bobolnya Somba Opu tgl.
21 Juni 1669 yang menandai runtuhnya Kerajaan Gowa, Arung Palakka
bertanya kepada orang-orang Bone:
"Wahai orang Bone, kita telah
diberi oleh Tuhan yang kita minta, dan sekarang apa gerangan yang ada
dalam pemikiran- mu. Orang Bone mengatakan, kami in membalas
perlakuan orang-orang Makassar terhadap orang Bone" Bertanya pula
Palakka kepada orang-orang Bone: Sewaktu kalian ber Arung perang apa yang
kalian inginkan dalam hati, yang kamiinginkan kata orang Bone ialah
mengalahkan dan akan membalas tindakan dan perbuatan orang-orang Makassar
terhadap kami. Arung Palakka berkata yang mana lebih baik jika kalian
yang membalas atau Tuhan Yang Maha Kuasa, dan orang Bonepun menyerahkan
pembalasan itu kepada Tuhan”
Melalui
pernyataan yang luhur ini tak dapat diragukan lagi, bahwa keterlibatan Arung
Palakka dan orang-orang Bonedalam perang adalahpemulihan harga diri, siri’. Keduanya oleh satu hubungan
emosional yang amat dalam pesse.
Nah itulah
tadi sekelumit kisah dari peperangan panjang yang dialami oleh dua kerajaan
besar, yaitu kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa.yang menurut saya ini adalah
perang yang dilandasi dengan pemulihan “siri’
na pesse”
Muhammadryas,04
April 2017.
maaf jika ada kesamaan dengan artikel artikel yang lain, tulisan ini juga butuh dikritik habis habisan oleh para pembaca.terimakasih.
No comments:
Post a Comment